Rabu, 08 Januari 2014
0
komentar
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembahasan Ushul Fiqih terdapat banyak sekali topik yang bisa dikupas seperti : ‘urf, ‘amal ahli madinah, khobar, atsar, sya’ru man qoblana, dan masih banyak lagi. Di dalam pembahasan sya’ru man qoblana merupakan hal yang penting untuk dikaji karena kebanyakan dari orang awam kurang mengerti apa yang dimaksud syar’u man qoblana.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Syar’u Man Qoblana ?
2. Klasifikasi Syar’u Man Qoblana ?
3. Kehujjahan dan Dalalah Syar’u Man Qoblana?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian syar’u man qoblana
2. Mengetahui Klasifikasi Syar’u Man Qoblana
3. Mengetahui Kehujjahan dan Dalalah Syar’u Man Qoblana
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Syar’u Man Qoblana
Menurut Suwarjin adalah syari’at yang dibawa para rasul terdahulu sebelum diutus Nabi Muhammad yang menjadi petunjuk bagi kaum mereka masing-masing.[1]
Menurut para ulama ialah hukum yang telah disyari’atkan untuk umat sebelum islam yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu serta menjadi beban hukum untuk diikuti oleh umat tersebut.[2]
Selain bentuk dan cara ibadah antara syari’at islam dan sebelumnya mempunyai perbedaan dalam perinciannya, namun intinya adalah sama yaitu menyembah Allah SWT.
Namun yang menjadi pembahasan para ulama ushul yaitu apa syari’at yang dianut Nabi Muhammad sebelum menerima risalah ?[3]
a. Sebagian ulama, termasuk Abu Husein Al-Bashri, berpendapat bahwa Rasulullah tidak pernah mengikuti syari’at manapun dari syari’at Nabi sebelumnya. Alasannya jika beliau menggunakan syari’at sebelumnya tentu akan ada penukilan dari beliau dan akan dikenal luas serta Nabi Muhammad akan bergabung dengan umat yang sama syari’atnya.
b. Ulama lain berpendapat bahwa Nabi Muhammad sebelum menjelang menerima risalah beliau mengikuti syari’at yang dibawa oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Alasannya sebelum menerima risalah beliau telah thawaf di Baitullah dan biasa makan daging kurban. Dikalangan ulama tersebut menimbulkan perbedaan pendapat yakni syari’at Nabi siapa yang dianut beliau.
i) Ada yang menyatakan beliau mengikuti syari’at Nabi Nuh dengan alasan bahwa Nabi Nuh adalah Nabi yang paling awal membawa syari’at. Seperti dalam surat Al-Syura ayat 13
tíu° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Ó»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZø¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤Ïãur ( ÷br& (#qãKÏ%r& tûïÏe$!$# wur (#qè%§xÿtGs? ÏmÏù 4 uã9x. n?tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? Ïmøs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ã ÇÊÌÈ
Artinya : Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Al-Syura 13)
[1340] Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
ii) Ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Ibrahim, karena Nabi Ibrahim adalah yang mengasaskan agama Islam. Seperti dalam firman-Nya dalam surat Ali ‘Imran ayat 67
$tB tb%x. ãNÏdºtö/Î) $wÏqåku wur $|ÏR#uóÇnS `Å3»s9ur c%x. $ZÿÏZym $VJÎ=ó¡B $tBur tb%x. z`ÏB tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÏÐÈ
Artinya : Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk golongan orang-orang musyrik.(QS. Ali ‘Imran 67)
[201] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Juga terdapat suruhan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim, dalam surat Ali ‘Imran ayat 97
ÏmÏù 7M»t#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzy tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
Artinya : padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali ‘Imran 97)
[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.
[216] Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.
iii) Ada juga yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Musa karena beliau adalah yang pertama kali membawa kitab.
iv) Dan ada juga yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Isa karena yang paling dekat dengan masa Rasulullah sekaligus telah mengkoreksi syari’at terdahulu.
c. Pendapat para ulama yang bersifat tawaqquf, dalam arti tidak menentukan sikap tentang apakah Rasulullah mengikuti atau tidak syari’at terdahulu. Pendapat ini terpilih dari Al-Amidi dan Qadhi Abdul Jabbar serta ulama lain yas sependapat (muhaqqiq).
2. Klasifikasi Syar’u Man Qoblana
Dalam surat ash-shura ayat 13 dan kemudian dihubungkan antara syari’at nabi muhammad dengan syari’at umat sebelum kita, mempunyai tiga bentuk[4] :
a. Syari’at yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sebelum kita, tetapi al qur’an dan hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkan atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad.
b. Syari’at yang diperuntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat nabi muhammad saw.
c. Syari’at yang berlaku bagi orang-orang sebelum kita, kemudian al qur’an dan hadits menerangkannya kepada kita.
3. Kehujjahan Dan Dalalah Syar’u Man Qoblana
Seperti yang sudah dipaparkan diatas yang menjadi kajian kita yaitu syar’u man qoblana. Yang notabene sebagian ada yang menjadi sya’riat nabi muhammad saw dan tidak memungkiri ada juga yang tidak dipakai lagi.
Menindaklanjuti masalah ini para ulama terdahulu berbeda berpendapat[5] :
a. Jumhur ulama Hanafiyah, Hanabilah, sebagian Malikiayah, dan sebagian Syafi’iyah serta ulama kalam Asy’ariyah dan Mu’tazilah berpendapat bahwa hukum syara’ sebelum kita dalam bentuk ketiga diatas tersebut tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad selama tidak dijelaskan pemberlakuannya untuk kita.
b. Sebagian sahabat Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat mengatakan bahwa hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau Sunah Nabi meskipun tidak diarahkan untuk umat Nabi Muhammad, selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat Nabi Muhammad. Dari sini muncul kaidah
شرع من قبلنا شرع لنا
Syari’at untuk umat sebelum kita berlaku untuk syari’at kita.
Disyari’atkan dalam Al Qur’an juga kita diwajibkan pula untuk menjalankan ibadah puasa seperti telah diwajibkan terhadap umat terdahulu.[6]
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah 183)
Dalam hadits Nabipun kita diharuskan berqurban seperti yang disyari’atkan dalam ajaran nabi ibrahim[7].
ضحوا فإنها سنه ابيكم ابراهيم
Artinya : Berkorbanlah karena yang demikian itu adalah sunnah bapakmu, Ibrahim.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sehingga dapat disimpulkan dengan :
a. Syar’u man qoblana itu dapat diartikan sebagai ajaran/syari’at yang dibawa oleh para rasul untuk umat terdahulu dan belum tentu syari’at Nabi Muhammad mengiyakan atau mentidak iyakan.
b. Perbedaan para ulama pada hal syari’at apa yang di ikuti Nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu.
c. Sebagian dari syari’at umat tedahulu juga masih ada dalam islam seperti berqurban dan berpuasa.
d. Dan ada juga syari’at umat terdahulu yang tidak ada dalam islam seperti pada syari’at nabi adam kita diperbolehkan untuk menikahi saudara sendiri dan untuk syari’at Nabi Muhammad menikahi saudara sendiri itu tidak boleh.
2. Saran
Setelah membaca makalah ini kami harap para pembaca lebih meningkatkan pengetahuan tentang Syar’u Man Qablana dan mengulangi pembahasan yang lebih mendetail
DAFTAR PUSTAKA
http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/14/memahami-syaru-man-qablana/
NUR, IFFATIN. 2013. ”TERMINOLOGI USHUL FIQIH”. Yogyakarta: Teras
SUWARJIN. 2012. ”USHUL FIQH”. Yogyakrta: Teras
SYARIFUDDIN, H. AMIR. 1995 cet 1. ”USHUL FIQIH JILID 2”. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu
UMAR, MU’IN. 1986. ”USHUL FIQH I”. Jakarta: Departemen Agama RI
WAHAB KHALLAF, ABDUL. 2005. ”ILMU USHUL FIKIH”. Yogyakarta: Rineka Cipta
[1]Suwarjin, Ushul Fiqh, h. 158
[2] H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.391
[3]Ibid h.388-389
[4]DEPAG RI, Ushul Fiqih I, (Jakarta 1986), h. 154-155
[5]H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.394-395
[6]Ibid h. 393
[7]Ibid
0 komentar:
Posting Komentar