About

Aliran Pangestu, Sapta Darma, Subud, dan Sumarah

Posted by ifmarx Rabu, 11 Juni 2014 3 komentar
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dipulau jawa terdapat banyak kebudayaan mulai dari bahasa jawa yang beragam, adat-istiadat yang berbeda, sampai pada aliran-aliran kepercayaan yang dianut masyarakat jawa pada tempo dulu hingga sekarang yang masih dianut oleh masyarakat modern saat ini. Pada daerah-daerah tertentu masih membudidayakan aliran-aliran tersebut karena dianggap kepercayaan tersebut lebih bisa menyatukan dengan Tuhan mereka.

Diantara aliran-aliran kepercayaan yaitu Subut, Pangestu, Sapta Dharma, dan Sumarah. Aliran –aliran diatas dipercayai sebagai langkah untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Pangestu ?

2. Apa yang dimaksud Sapta Darma ?

3. Apa yang dimaksud Subud ?

4. Apa yang dimaksud Sumarah ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan Pangestu

2. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan Sapta Darma

3. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan Subud

4. Mengetahui dan mempelajari aliran kepercayaan Sumarah

















BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Pangestu

1. Asal Usul

Paguyuban Ngesti Tunggal atau biasa disingkat Pangestu adalah sebuah wadah Pendidikan Budi Pekerti dan Pengolahan Jiwa yang mengutamakan konsep persatuan di dalam relasi dengan sesama dan relasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Paguyuban ini didirikan di Surakarta pada tanggal 20 Mei 1949, yang merupakan wujud dari ikatan persatuan dari setiap anggota Pangestu. Walaupun demikian, ajaran Pangestu itu sendiri sudah diwahyukan sejak tanggal 14 Februari 1932 kepada R. Soenarto Mertowardojo di Surakarta.[1]

Mengenai ajaran Paguyuban Ngesti Tunggal tidak terlepas dari riwayat hidup pendirinya, yaitu R. Soenarto Mertowardojo. R. Soenarto dilahirkan pada tanggal 21 April 1899 di Desa Simo, Kabupaten Boyolali, Surakarta sebagai putera keenam dari keluarga R. Soemowardojo. Sejak kecil ia tidak diasuh oleh orang tua kandungnya melainkan dititipkan untuk tinggal dan dibesarkan oleh orang lain. Ketika beliau beranjak dewasa, keinginan untuk terus mencari dan memahami keesaan Tuhan berikut semesta alam seisinya makin mengental. Melalui perenungan yang dalam, muncul pertanyaan-pertanyaan besar, seperti di mana Tuhan bertakhta? Bagaimana manusia dapat bertemu dengan Tuhannya? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan surga dan neraka dan jika ada? Dimana letaknya? Pertanyaan-pertanyaan itu semua mendorong Pakde untuk belajar kepada beberapa guru. Akan tetapi jawaban yang diperoleh beliau tidak ada yang memuaskan bahkan mengecewakan. Beliau kemudian berjanji dalam hati untuk tidak berguru lagi dan akan memohon langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Menyadari bahwa laku yang benar hanyalah memohon sih pepadang Allah yang senyatanya Maha murah, Maha asih, Maha adil. Beliau yakin akan diberi pepadang, asal memohon dengan sungguh-sungguh. Pada suatu hari, tepatnya hari Ahad Pon, 14 Februari 1932, kira-kira pukul setengah enam sore, ketika beliau sedang duduk-duduk seorang diri di serambi Pondok Widuran, Sala, pertanyaan-pertanyaan yang selalu menjadi pemikiran beliau, timbul kembali. Beliau kemudian berniat memohon kepada Tuhan agar diberi sih pepadang-Nya. Setelah memohon dengan khusyuk lalu dilanjutkan dengan sholat daim, dengan tidak terduga-duga, beliau menerima Sabda Ilahi dalam hati sanubari yang suci seakan-akan menjawab pertanyaan beliau sebagai berikut:[2]

“Ketahuilah, yang dinamakan Ilmu Sejati ialah petunjuk yang nyata, yaitu petunjuk yang menunjukkan jalan benar, jalan yang sampai pada asal mula hidup”.

Ketika Bapak Soenarto menerima Sabda tersebut, beliau merasa bagaikan disiram air dingin dan badan terasa gumriming merinding lalu disusul oleh perasaan takut. Dengan termangu-mangu Bapak Soenarto bertanya dalam hati “Siapakah gerangan yang bersabda itu tadi ?”. Kemudian terdengar Sabda berikutnya yang merupakan jawaban atas pertanyaan Pakde Narto sebagai berikut:

“Aku Sukma Sejati, yang menghidupi alam semesta, bertakhta di semua sifat hidup. Aku Utusan Tuhan yang abadi, yang menjadi Pemimpin, Penuntun, Gurumu yang sejati ialah Guru Dunia. Aku datang untuk melimpahkan Sih Anugerah Tuhan kepadamu berupa Pepadang dan Tuntunan. Terimalah dengan menengadah ke atas, menengadah yang berarti tunduk, sujud di hadapan-Ku. Ketahuilah siswa-Ku, bahwa semua sifat hidup itu berasal dari Suksma Kawekas, Tuhan semesta alam, letak sesembahan yang sejati ialah Sumber Hidup, yang akan kembali kepada-Nya. Sejatinya hidup itu Satu, yang abadi keadaannya dan meliputi semua alam seisinya.”[3]

Wahyu yang diterima oleh R. Soenarto terjadi dalam tiga tahap yaitu, pertama berupa penegasan bahwa Ilmu Sejati merupakan petunjuk nyata tentang jalan benar menuju asal dan tujuan hidup, kedua berupa pernyataan Sang Suksma Sejati tentang siapakah dirinya dan apakah tugasnya serta siapakah Suksma Kawekas itu, ketiga berupa sabda yang meneguhkan hati R. Soenarto dalam menjalankan tugas menaburkan terang serta janji akan diberikannya dua orang pembantu yaitu Hardjoprakoso dan Soemodihardjo untuk mencatat sabda-sabda Sang Suksma Sejati. Pada tanggal 27 Mei 1932 R. Soenarto, Hardjoprakoso dan Soemodihardjo berkumpul untuk mencatat sabda-sabda yang diterima oleh R. Soenarto selama tujuh bulan berturut-turut dan dikumpulkan dalam Buku Sasangka Djati. Antara tahun 1933-1949 tidak ada sabda yang turun tetapi pada tahun 1949-1961 R. Soenarto menerima kembali beberapa sabda yang dihimpun dalam buku Sabda Khusus. Sabda-sabda yang dihimpun dalam buku Sabda Khusus tersebut merupakan komplemen dan pemantap sabda-sabda dalam Sasangka Djati sebagai Kitab Suci yang utama.[4]

Dengan dasar tujuan itulah atas prakarsa beliau organisasi Pangestu didirikan pada tanggal 20 Mei 1949. Organisasi Pangestu terbentuk ketika kota Sala diduduki tentara Belanda pada waktu kedua. Pada masa itu kota Sala diliputi keadaan yang mencekam karena tentara Belanda melarang segala bentuk kegiatan yang dilakukan secara berkelompok atau berkumpul lebih dari lima orang. Pada suatu hari, tepatnya hari Jumat Pon, 20 Mei 1949, pukul 16.30 beliau kedatangan tujuh orang siswa yang datang secara diam-diam. Para siswa tersebut adalah: Bapak Soeratman, Bapak Goenawan, Bapak Prawirosoeparto, Bapak Soeharto, Bapak Soedjono, Bapak Ngalimi dan Bapak Soetardi. Sore itu Pakde Narto mengajak para siswa tersebut untuk manembah bersama memohon agar perjuangan bangsa Indonesia lekas selesai dan berada di pihak yang jaya. Sang Guru Sejati bersabda dengan perantaraan lisan beliau, yang salah satu intinya adalah perintah Sang Guru Sejati kepada siswa-Nya untuk menyebarluaskan pepadang-Nya atau ajaran-Nya kepada seluruh umat.

2. Lambang

Pangestu berlambang sepasang bunga, yang terdiri dari setangkai bunga Mawar berwarna merah jambu berduri satu dan setangkai bunga Kamboja berwarna putih dengan garis kuning emas pada tepi kelopaknya. Lambang sepasang bunga tersebut dengan latar belakang berwarna ungu. Bunga Mawar, melambangkan tugas keluar yaitu melaksanakan tugas hidup bermasyarakat, duri tangkai bunga mawar tersebut melambangkan bahwa bagaimanapun sukses/berhasilnya tugas hidup keluar tersebut dilaksanakan selalu ada cela atau kekurangannya. Bunga Kamboja, melambangkan tugas kedalam, yaitu berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus dengan bekal kesucian lahir dan batin. Latar belakang berwarna ungu, melambangkan bangunnya jiwa dari kondisi tertidur/pasif menjadi sadar dan aktif.[5]

3. Ajaran Pokok

Pangestu membunyai pedoman dasar yang disebut Dasa Sila sebagai sikap hidup lahir maupun batin untuk para anggotanya, Dasa Sila tersebut yaitu : Pertama, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, Berbakti kepada Utusan Tuhan. Ketiga, Setia kepada kalifatullah dan undang-undang negara. Keempat, Berbakti kepada Tanah Air. Kelima, Berbakti kepada orang tua. Keenam, berbakti kepada saudara tua. Ketujuh, berbakti kepada guru. Kedelapan, berbakti kepada pelajaran keutamaan. Kesembilan,kasih sayang kepada sesama hidup. Kesepuluh, menghormati semua agama.[6]

Aliran ini mempunyai enam pokok pengajaran Sang Guru Sejati, yaitu: Pertama, mengingatkan semua umat yang lupa akan kewajiban suci, yaitu mereka yang ingkar (murtad) akan perintah Allah. Kedua, Menunjukkan jalan benar ialah jalan utama yang berakhir dalam kesejahteraan, ketenteraman, dan kemuliaan abadi. Ketiga, Menunjukkan adanya jalan simpangan yang berakhir dalam kegelapan, kerusakan, dan kesengsaraan. Keempat, menunjukkan larangan Tuhan yang harus dijauhi dan jangan sampai dilanggar. Kelima, menunjukkan adanya hukum abadi. Keenam, menerangkan tentang dunia besar dan kecil, yaitu semesta alam dan seisinya.[7]

B. Aliran Sapta Darma

1. Asal Usul

Aliran kepercayaan Sapta Darma lahir di Kabupaten Kediri, tepatnya di Kampung Pandean, Gang Klopakan, Desa Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Pendirinya adalah Bapak Hardjosapuro. Aliran ini kemudian berkembang setelah didukung oleh temannya Djojo Djaimoen, Kemi Handini dan Bapak Somogiman.[8]

Tepatnya di Kampung Pandean, Gang Klopakan, Desa Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berdiamlah seorang putra bangsa Indonesia yang bernama Bapak Hardjosapuro. Pada hari Kamis, tanggal 26 Desember 1952, Bapak Hardjosapuro seharian ada di rumah (tidak bekerja sebagaimana biasanya sebagai tukang potong rambut) karena hatinya merasa gelisah.[9]

Kemudian, pada malam harinya beliau pergi berkunjung ke rumah temannya. Menjelang pukul 24.00 WIB beliau pamit pulang, setelah tiba di rumahnya, beliau mengambil tikar dan beralaskan lantai, tiduran-tiduran untuk menenangkan perasaan yang gelisah. Pada saat mau tidur-tiduran, tepat pada Jumat Wage jam 01.00 WIB malam, seluruh badan beliau tergerak oleh getaran yang kuat diluar keinginannya, dengan posisi duduknya menghadap Timur dengan kaki bersila dan kedua tangan bersidakep. Namun dalam keadaan sadar, beliau mencoba melawan gerakan tersebut, namun tidak mampu untuk melawannya. Diluar kemauannya, beliau mengucapkan Kalimat dengan suara keras: “Allah Yang Maha Agung, Allah Yang Maha Rokhim, Allah Yang Maha Adil” setelah itu badannya tergerak untuk sujud secara otomatis diluar kemauannya dengan ucapan-ucapan sujud sambil mengucap dengan suara keras, “Hyang Maha Suci Yang Maha Kuwasa, Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa, Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa”, kemudian duduk dan sujud kembali sambil mengucapkan: “Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa, Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun” sebanyak 3 (tiga kali). Kemudian duduk kembali seperti semula dalam keadaan yang masih bergetar, setelah itu tergerak kembali untuk sujud dengan mengucapkan; “Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Kuwasa”, kemudian kembali dalam posisi semula. Hal ini terjadi berulang kali sesuai dengan urutan sebelumnya dan berlangsung sampai pukul 05.00 WIB pagi. Apa yang dialaminya tidak diketahui oleh seorangpun yang berada di rumah.

Karena takut dengan kejadian tersebut, Hardjosapuro kemudian membangunkan orang yang berada di rumah, namun semua tidak dapat memahami apa yang dimaksudkannya. Oleh karena itu beliau bermaksud untuk menemui teman terdekatnya yakni Bapak Djojo Djaimoen untuk menceritakan hal yang dialaminya. Pada tanggal 27 Desember 1952 jam 07.00 pagi tibalah beliau di rumah temannya tersebut, kemudian diceritakan apa yang dialaminya. Namun temannya Djojo Djaimoen tidak mempercayai akan hal itu. Akan tetapi, secara tiba-tiba seluruh badan Djojo Djaimoen tergetar dan bergerak seperti yang dialami Hardjosapuro. Setelah dialaminya, mereka berdua berniat datang ke temannya lagi yang bernama Bapak Kemi Handini yang bekerja sebagai sopir di Desa Gedangsewu, Pare untuk diberitahukan serta menanyakan kejadian yang mereka alami.

Niat untuk mendatangi temannya itu dengan harapan mereka akan mendapatkan penjelasan-penjelasan serta nasehat-nasehat dari padanya. Tanggal 28 Desember 1952 jam 17.00 mereka berdua tiba di rumah Bapak Kemi Handini dan diceritakanlah pengalaman mereka. Belum sampai selesai ceritanya, ketiga orang tersebut digerakkan semacam kekuatan yang sama. Dengan tiba-tiba Hardjosapuro melihat dengan terang gambar-gambar tumbal ditempat-tempat tertentu yang tertanam di rumah Kemi. Setelah gerakan berhenti diceritakannlah kepada Bapak Kemi, apa yang diketahuinya di dalam gerak sujud. Ketika diceritakannya kedua teman, Hardjosapuro merasa heran, karena yang dialaminya sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Kemudian mereka bertiga sepakat menemui sahabatnya yang bernama Somogiman yang mengerti akan kebatinan, dengan harapan akan mendapatkan penjelasan darinya. Bapak Somogiman adalah seorang pengusaha pengangkutan di kampung Plongko (Pare). Pada tanggal 29 Desember 1952 jam. 17.00, mereka tiba di rumah Somogiman. Pengalaman gaib pun dipaparkan kepada Somogiman yang banyak dikerumuni oleh kawan-kawannya. Pada waktu itu Somogiman tidak memberi tanggapan dan kelihatannya tidak dipercaya. Tetapi yang terjadi, secara tiba-tiba Somogiman mendapat gerakan yang otomatis di luar kemauannya juga seperti apa yang diceriterakan teman-temannya tadi. Semenjak itu tersiarlah kabar dari mulut ke mulut kegaiban di kota Pare yang dialami oleh Bapak Hardjosapuro dan kawan-kawannya. Hingga terdengar pula oleh Bapak Darmo seorang sopir dan seorang lagi bernama Reksokasirin pengusaha batik. Kedua orang tersebut mendatangi rumah Somogiman untuk membuktikannya, namun belum sampai mendengarkan cerita kawan-kawannya itu tiba-tiba mengalami gerakan sedemikian juga dialaminya.

Pada saat kedua orang itu mengalami gerakan yang sama, semuanya juga bergerak bersama-sama sujud yang serupa. Kini jumlahnya 6 (enam) orang (Bapak. Hardjosopoero, Djojodjaiman, Kemi Handini, Somogiman, Darmo dan Rekso Kasirin). Kemudian mereka kembali ke rumahnya masing-masing. Kecuali Hardjosapuro yang tidak mau kembali ke rumahnya karena takut mendapat gerakan-gerakan sendirian di rumahnya. Sampai dua bulan lamanya beliau tidak mau pulang ke rumahnya sendiri, tetapi berpindah-pindah ke rumah temannya. Karena ke-enam orang tersebut seolah-olah sama niatnya untuk berkumpul setiap malam hingga dua bulan lamanya.

Pada suatu malam pada tanggal 12 menjelang 13 Februari 1953, setelah ke enam orang tersebut berkumpul, oleh mereka diterima suatu penerimaan petunjuk agar Bapak Hardjosapuro kembali ke rumahnya karena nantinya akan menerima ajaran-ajaran dari Hyang Maha Kuasa yang lebih tinggi lagi. Keesokan harinya pada tanggal 13 Pebruari 1953 jam 10.00 pagi mereka sudah berkumpul di rumah Bapak Hardjosapuro kemudian sedang asyik bercakap-cakap tiba-tiba diterima perintah langsung kepada Hardjosapuro dan berkatalah beliau dengan suara keras (dalam bahasa Jawa), ’’Kawan-kawan lihatlah Saya mau mati dan amat-amatilah Saya”. Maka berdebar-debarlah hati kawan-kawannya dengan mengamat-amati Bapak Hardjosapuro yang berbaring membujur ke timur sambil memejamkan mata dan tangan bersidakep. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari sahabat-sahabatnya dan dengan cara yang beragam para sahabatnya ingin meyakinkan kondisi Hardjosapoero apakah sudah mati atau belum. ”Inilah yang dikatakan Racut ialah mati di dalam hidup”. Pikiran yang seolah-olah mati akan tetapi rasanya masih hidup. Masih mendengar segala yang diceritakan orang akan tetapi tak mendengarkan segala yang diceritakan.

Setelah mengalami Racut beliau menceritakan bahwa dalam keadaan racut tersebut Bpk. Hardjosapuro merasa rohnya/rohaninya keluar dari wadagnya, dan naik ke atas melalui alam yang enak sekali dan masuk ke dalam rumah yang besar dan indah sekali dan beliau sujud didalamnya. Kemudian dilihatnya ada orang bersinar sekali, hingga badannya tak terlihat nyata karena sinar yang berkilauan itu. Di situlah Hardjosapoero duduk bersila dan sujud Menyembah Allah Hyang Maha Kuasa, setelah sujud maka orang yang bersinar tadi terus memegang Hardjosapuro dan dibopong dan diayun-ayunkan setelah itu beliau dituntun ke taman yang penuh bunga dan indah sekali, kemudian di bawa ke sebuah sumur yang penuh airnya lalu dibawa ke sumur yang kedua, disuruh membukanya dan setelah dibuka ternyata airnyapun penuh dengan air yang jernih sekali. Nama kedua sumur tersebut adalah Sumur Gumuling dan Sumur Jalatunda.

Setelah itu kembali ke rumah yang sangat besar dan indah tadi, bersabdalah orang yang bersinar tersebut kepada Bapak Hardjosapoero “Inilah Untukmu” sambil menyodorkan dua bilah keris pusaka. Yang satu wujudnya besar dengan rangka polokan Mataraman dan yang lain pada pamornya terdapat dua bentuk benda bulat berjajar bagaikan Bendo Segodo, yang diberi nama Nogososro dan Benda Segodo / Sugada. Setelah itu beliau disuruhnya kembali pulang. Setelah beliau pada waktu pulang beliau merasa diikuti oleh sebuah bintang yang amat besar dengan sinar terang mengantar perjalanan pulangnya.

Untuk meyakinkan tentang kebenaran ajaran Racut yang diterima oleh Bapak Hardjosapuro, maka para sahabatnya dimintanya melakukan secara bergantian. Pelaksanaan racut yang dilakukan para sahabatnya ditunggui oleh Bapak Hardjosapoero namun yang dialalmi masing-masing sahabat berbeda. Namun dalam hal-hal yang pokok adalah sama, misalnya melalui alam yang enak sekali, sampailah pada sebuah rumah yang besar dan indah dan bertemu orang yang bersinar bagaikan maha Raja. Tetapi tidak ada satupun sahabat yang melakukan sujud di rumah yang besar itu. Pemberian yang diterima juga berbeda ada yang berupa bunga dalam vas, ada pula berupa pakaian serta tidak diberikan apapun. Namun semuanya itu telah meyakinkan para sahabatnya akan kebenaran Racut serta apa yang dialami Bapak Hardjosapoero.

Sejak itulah, semua sahabat-sahabatnya harus berkumpul di rumah Bapak Hardjosapoero, dan tidak boleh berkumpul di rumah sahabat yang lain. Sehingga setiap malam mereka berkumpul untuk melakukan sujud bersama dan juga melakukan latihan-latihan Racut.

Namun pada satu waktu Bapak Hardjosapoero dalam melakukan sujud bersama dilakukannya juga racut seperti yang pernah dialaminya. Dalam melakukan Racut beliau selalu berjumpa dengan sang maha raja, bahkan diberi juga Kotang Ontokusumo dan Caping Basunondo. Pernah juga menerima bongkok (tangkai daun kelapa). Satu panah dan Buku Besar. Sehingga diyakini apapun yang dikerjakan olehnya adalah suatu petunjuk yang benar dari Allah Hyang Maha Kuasa.

Pada tanggal 12 Juli 1954 jam 11.00 siang, datanglah dirumah Bp. Hardjosapuro ialah: Sdr. Sersan Diman, Sdr. Djojosadji, Sdr. Danumihardjo (Mantri guru Taman Siswa Pare). Mereka sedang asyiknya bercakap-cakap, tiba-tiba kelihatan dengan perlahan-lahan pemandangan sebuah gambar di meja tamu yang kelihatan dengan jelas sekali, tetapi kejadian ini tidak tetap, sebentar kelihatan sebentar lagi hilang. Tiba-tiba Sdr. Sersan Diman berdiri dengan sekonyong-konyong sambil menuding-nuding gambar tersebut dengan berkata keras: ”Ini harus digambar, ini harus digambar”, berkali-kali berkata demikian. Kemudian kawan-kawannya segera pergi ke toko mencari/membeli alat-alat gambar berupa mori putih, cat, kwas (alat-alat gambar tersebut). Setelah mendapatkannya terus segeralah digambar pemandangan gambar simbul itu sampai selesai. Setelah selesai digambar, maka hilanglah gambar pemandangan simbul itu dari pandangan mata, yang selanjutnya dinamakan Simbul Pribadi Manusia. Pada gambar tersebut ada tulisan huruf Jawa: SAPTA DARMA, yang selanjutnya disempurnakan dengan penerimaan peribadatannya yang disebut Sujud Sapta Darma / sujud asal mula manusia.

Pada hari itu juga, tanggal 12 Juli 1954 setelah diterima wahyu Simbul Pribadi Manusia, diterima pula wahyu Wewarah Tujuh. Kejadian ini sama halnya dengan gambar simbul pribadi manusia, hanya bedanya dalam penerimaan yaitu kelihatan tulisan tanpa papan (Sastra Jendra Hayuningrat). Sedangkan bahasanya memakai bahasa jawa. Oleh karena tulisan tersebut sebentar kelihatan dan sebentar menghilang seperti menerima simbul Sapta Darma tadi, maka dibagilah tugas untuk menulisnya. Sersan Diman menulis Wewarah 1 sampai dengan 4, sedangkan Bapak Danoemihardjo menulis 5 sampai 7. Setelah ditulis diserahkanlah kepada Bapak Hardjosapoero, Djojosadji dan Bapak Marto untuk dicocokkannya.

Setelah diterima wahyu simbul Sapta Darma dan Wewarah Tujuh, hari itu juga masih diterima lagi wahyu Sesanti yang bunyi lengkapnya seperi berikut: “Ing Ngendi bae marang sapa bae Warga Sapta Darma Kudu sumuar pinda baskara”. Dengan diterimanya wahyu simbul Sapta Darma, Wewarah Tujuh dan Sesanti oleh Bapak Hardjosapoero, penerimaan ajaran ini semakin memperjelas para pengikutnya. Sejak hari itulah baru dimengerti bahwa sujud yang dilaksanakan oleh Bapak Hardjosapoero dan para sahabatnya, sebagai perilaku pendekatan pribadi (hidup) manusia dengan Allah Hyang Maha Kuasa, adalah Sujud Sapta Darma.

2. Ibadah[10]

Dari fenomena dan kejadian-kejadian aneh, Keyakinan akan sebuah petunjuk dan termasuk juga tugas berat, semakin mendalam bagi Bapak Hardjosapoero dan sahabat-sahabatnya, setelah diterimanya wahyu-wahyu Sapta Darma bertambah lengkap, dan ke depannya menjadi ajaran ibadah kelompok ini:

a. Wahyu Sujud adalah memuat ajaran tentang tata cara ritual sujud/ menyembah kepada Tuhan (Allah Hyang Maha Kuasa) bagi Warga Sapta Darma.

b. Wahyu Racut adalah memuat ajaran tentang tata cara rohani manusiauntuk mengetahui alam langgeng atau melatih sowan/ menghadap Hyang Maha Kuasa.

c. Wahyu Simbol Pribadi Manusia menjelaskan tentang asal mula, sifat watak dan tabiat manusia itu sendiri, serta bagaimana manusia harus mengendalikan nafsu agar dapat mencapai keluhuran budi.

d. Wewarah Tujuh, merupakan kewajiban hidup manusia di dunia sekaligus merupakan pandangan hidup dan pedoman hidup manusia. Dalam Wewarah Tujuh tersebut tersirat kewajiban hidup manusia dalam hubungannya dengan Allah Hyang Maha Kuasa, Pemerintah dan Negara, nusa dan bangsa , sesama umat makluk sosial, pribadinya sebagai makluk individu, masyarakat sekitar dan lingkungan hidupnya serta meyakini bahwa keadaan dunia tiada abadi.

e. Wahyu Sesanti yang cukup jelas dan gampang dimengerti oleh siapapun, membuktikan suatu etika/ciri khas Sapta Darma yang menitik beratkan kepada warganya harus bermakna dan berguna bagi sesama umat/ membahagiakan orang lain (tansah agawe pepadang lan maraning lian).

Selanjutnya semakin hari semakin bertambah orang-orang yang menjalankan ajaran Sapta Darma. Apa yang diterima Bapak Hardjosapoero ternyata belum berakhir, karena pada tanggal 27 Desember 1955 jam 24.00, beliau menerima wahyu Gelar Sri Gutama yang berarti Pelopor Budi Luhur dan selaku Panutan Agung, yang ditandai hujan lebat semalam suntuk.

3. Ajaran Pokok[11]

a. Tujuh Kewajiban Suci (Sapto Darmo)

Penganut Sapta Darma meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban atau disebut juga 7 Wewarah Suci, yaitu:

1) Setia dan tawakkal kepada Pancasila Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal).

2) Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang negara.

3) Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa dan bangsa.

4) Menolong siapa saja tanpa pamrih, melainkan atas dasar cinta kasih.

5) Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri-sendiri.

6) Hidup dalam bermasyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti.

7) Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, melainkan berubah-ubah (angkoro manggilingan).

b. Panca Sifat Manusia

Menurut Sapta Darma, manusia harus memiliki 5 (lima) sifat dasar yaitu:

1) Berbudi luhur terhadap sesama umat lain.

2) Belas kasih (welas asih) terhadap sesama umat yang lain.

3) Berperasaan dan bertindak adil.

4) Sadar bahwa manusia dalam kekuasaan (purba wasesa) Allah.

5) Sadar bahwa hanya rohani manusia yang berasal dari Nur Yang Maha Kuasa yang bersifat abadi.

c. Konsep tentang Alam

Konsep alam dalam pandangan Sapto Darmo adalah meliputi 3 alam:

1) Alam Wajar yaitu alam dunia sekarang ini.

2) Alam Abadi yaitu alam langgeng atau alam kasuwargan. Dalam terminologi Islam maknanya mendekati alam akhirat.

3) Alam Halus yaitu alam tempat roh-roh yang gentayangan (berkeliaran) karena tidak sanggup langsung menuju alam keswargaan. Roh-roh tersebut berasal dari manusia yang selama hidup di dunia banyak berdosa.



d. Konsep Peribadatan

Konsep ibadah dalam Sapto Darmo tercermin pada ajaran mereka tentang Sujud Dasar. Sujud Dasar terdiri dari tiga kali sujud menghadap ke Timur. Sikap duduk dengan kepala ditundukkan sampai ke tanah, mengikuti gerak naik sperma yakni dari tulang tungging ke ubun-ubun melalui tulang belakang, kemudian turun kembali. Amalan seperti itu dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam sehari semalam, pengikut Sapto Darmo diwajibkan melakukan Sujud Dasar sebanyak 1 kali, sedang selebihnya dinilai sebagai keutamaan.

e. Menyatu dengan Tuhan

Sebagai hasil dari amalan Sujud Dasar, mereka meyakini dapat menyatu dengan Tuhan dan dapat menerima wahyu tentang hal-hal ghaib. Mereka juga meyakini, orang yang sudah menyatu dengan Tuhan bisa memiliki kekuatan besar (dahsyat) yang disebut sebagai atom berjiwa, akal menjadi cerdas, dan dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit.

f. Hening

Hening adalah salah satu ajaran Sapto Darmo yang dilakukan dengan cara menenangkan semua fikiran seraya mengucapkan, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rahim, Allah Hyang Maha Adil. Orang yang berhasil dalam melakukan hening akan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, antara lain:

1) dapat melihat dan mengetahui keluarga yang tempatnya jauh.

2) dapat melihat arwah leluhur yang sudah meninggal.

3) dapat mendeteksi suatu perbuatan, jadi dikerjakan atau tidak.

4) dapat mengirim atau menerima telegram rasa.

5) dapat melihat tempat yang angker untuk dihilangkan keangkerannya.

6) dapat menerima wahyu atau berita ghaib.

g. Racut

Racut adalah ajaran dan praktek dalam Sapto Darmo yang intinya adalah usaha untuk memisahkan rasa, fikiran, atau ruh dari jasad tubuhnya untuk menghadap Allah, kemudian setelah tujuan yang diinginkan selesai lalu kembali ke tubuh asalnya.

Caranya yaitu setelah melakukan sujud dasar, kemudian membungkukkan badan dan tidur membujur Timur-Barat dengan kepala di bagian timur, posisi tangan dalam keadaan bersedekap di atas dada (sedekap saluku tunggal) dan harus mengosongkan pikiran. Kondisi tubuh di mana akal dan fikirannya kosong sementara ruh berjalan-jalan itulah yang dituju dalam racut, atau disebut juga kondisi mati sajroning urip.

h. Simbol-Simbol

Ada empat simbol pokok, yaitu:

1) Gambar segi empat, yang menggambarkan manusia seutuhnya.

2) Warna dasar pada gambar segi empat, yaitu hijau muda yang melambangkan sinar cahaya Allah.

3) Empat sabuk lingkaran dengan warna yang berbeda-beda, hitam melambangkan nafsu lauwamah, merah melambangkan nafsu ammarah, kuning melambangkan nafsu sauwiyah, dan putih melambangkan nafsu muthmainnah.

4) Vignette Semar (gambar arsir Semar) melambangkan budi luhur. Genggaman tangan kiri melambangkan roh suci, pusaka semar melambangkan punya kekuatan sabda suci, dan kain kampuh berlipat lima (wiron limo) melambangkan taat pada Pancasila Allah.

C. Aliran Subud[12]

1. Tinjauan Sejarah Kelahiran Organisasi

Pendiri dari Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Subud ialah Bapak R.M. Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo yang pada tanggal 23 Juni 1987 telah wafat di Jakarta dalam usia 86 tahun. Latihan Kejiwaan Subud diterima oleh Bapak Muhammad Subuh dalam suatu pengalaman gaib pada suatu malam di tahun 1925, dan delapan tahun kemudian, pada tahun 1933 Bapak Muhammad Subuh menamakan apa yang diterimanya ini sebagai LATIHAN KEJIWAAN. Subud sebagai organisasi dibentuk dan resmi berdiri tanggal 1 Pebruari tahun 1947 di Yogyakarta.

Subud mulai menyebar ke luar negeri sejak tahun 1954, dibawa oleh seorang lnggris yang beragama Islam, Husein Rofe, Bapak Muhammad Subuh memulai lawatan ke luar negerinya di tahun 1957, dan semasa hidupnya beliau telah berpuluh-puluh kali berkunjung ke berbagai negara di dunia. Subud pada waktu ini telah tersebar ke lebih dari 70 negara di dunia.

Subud bukan semacam agama dan juga bukan bersifat peiajaran, tetapi adalah sifat Latihan Kejiwaan yang dibangkitkan oleh kekuasaan Tuhan ke arah kenyataan kejiwaan, terlepas daripada pengaruh nafsu kehendak dan akal pikiran.

Arti kata-kata Susila Budhi Dharma yang disingkat menjadi SUBUD ialah : SUSILA artinya : budi pekerti manusia yang baik, sejalan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa; BUDHI artinya: daya kekuatan diri pribadi yang ada pada diri manusia; DHARMA artinya : penyerahan, ketawakalan dan keikhlasan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Dasar Pengertian

a. Konsepsi tentang Ketuhanan Yang Maha Esa

Pemahaman dan pengertian Subud tentang Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bahwa Tuhan dengan kekuasaanNya mencakup seluruh ciptaan-Nya baik yang terpandang maupun yang tidak tampak.

b. Konsepsi tentang Manusia

Manusia adalah makhluk Tuhan yang keberadaannya dikehendaki oleh-Nya dan diliputi oleh kekuasaan-Nya. Kekuasaan Tuhan sudah berada dalam dirinya yang mengisi serta meliputi diri manusia. Manusia hanya tinggal menyerah saja kepada kekuasaan Tuhan yang ada pada dirinya ini dengan sabar, tawakal dan ikhlas.

c. Konsepsi tentang Alam Semesta

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta dan kekuasaan Tuhan meliputi seluruh ciptaan-Nya. Hal ini pun sesuai dengan apa yang telah diterima dan disampaikan oleh para utusan Tuhan.

d. Konsepsi tentang Kesempurnaan

Tiada yang sempurna kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa. Semua ciptaan Tuhan baik yang kelihatan maupun yang tidak, berada dalam berbagai tingkat kesempurnaan diri yang hanya diketahui oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui saja. Manusia tidak perlu menanyakan tentang tingkat kesempurnaan dirinya karena yang telah diterimanya adalah yang sesuai dengan keadaan dirinya pada suatu waktu tertentu dalam hidupnya. Yang perlu bagi manusia adalah menyerah sepenuhnya kepada kekuasaan-Nya agar ia menjadi orang yang sempurna yang sesuai dengan kodrat yang ditentukan Tuhan bagi dirinya.

3. Dasar Penghayatan

a. Perilaku Spiritual

Tata cara ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan oleh para anggota Subud melalui tata cara agamanya masing-masing. Latihan Kejiwaan Subud bukan merupakan tata cara penghayatan. Latihan Kejiwaan Subud merupakan suatu penerimaan yang tidak ada tata caranya kecuali penyerahan diri sepenuhnya kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian atas kemurahan Tuhan akan membangkitkan gerak rasa diri, bebas dari pengaruh nafsu hati dan akal pikiran. Gerak tersebut merupakan gerak yang dibangkitkan oleh kekuasaan Tuhan dan hanya tinggal diikuti saja.

b. Pedoman Penghayatan (Lisan dan Tertulis)

Karena Latihan Kejiwaan Subud merupakan penerimaan dari masing-masing orang yang melakukannya, penerimaan setiap orang tidak ada yang sama dan dengan demikian pedoman tentang Latihan Kejiwaan Subud baik secara lisan maupun tertulis hanyalah merupakan keterangan-keterangan dalam bentuk ceramah-ceramah Bapak Muhammad Subuh yang sebagian sudah dicetak berupa tulisan dan sebagian lagi belum.

c. Kelengkapan Fisik/Material yang Digunakan dalam Melaksanakan Latihan Kejiwaan Subud.

Untuk Latihan Kejiwaan secara bersama diperlukan tempat Latihan yang dapat berupa kamar, ruang atau gedung Latihan. Ruang tempat Latihan ini dapat dilengkapi dengan alas tikar atau karpet. Ruang tempat Latihan pria terpisah dengan wanita atau secara bergantian. Latihan Kejiwaan secara sendiri dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa memerlukan guru.

4. Dasar Pengalaman

a. Dasar Pelaksanaan Latihan Kejiwaan Subud

Penyerahan diri kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan sabar, tawakal dan ikhlas dan mengikuti gerak diri yang terasa secara spontan begitu rasa diri terbebas dari pengaruh nafsu dan akal pikiran. Anggota Subud yang telah mampu menghentikan Latihannya setiap waktu dalam acara Latihan bersama, dapat melakukan Latihan sendiri di mana saja yang tidak mengganggu atau ter-ganggu oleh orang lain.

b. Pengamalan dalam Tata Kehidupan, dan Upacara-upacara (ritus) dalam Lingkungan Kehidupan.

Subud tidak mempunyai ritual khusus dalam tata kehidupan dan dalam lingkaran kehidupan bermasyarakat. Upacara-upacara para anggota Subud dalam tata kehidupan mengikuti ritual agamanya dan adat-istiadat yang dianutnya masing-masing.

c. Kelembagaan Organisasi Subud

Keberadaan PPK Subud Indonesia secara hukum telah dikukuhkan oleh Menteri Kehakiman dalam Tambahan Berita Negara R.I. tanggal 4-12-1964 No. 97 dan diterbitkan sebagai Anggaran Dasar Serikat-serikat No. 36 tahun 1964. Anggaran Dasar ini telah mengalami perubahan untuk disesuaikan dengan UU Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Perubahan Anggaran Dasar PPK Subud Indonesia secara hukum telah pula dikukuhkan oleh Menteri Kehakiman dalam tambahan Berita Negara R.I. tanggal 18 Nopember 1988 No. 93 dan diterbitkan sebagai Anggaran Dasar Serikat-serikat No. 60 tahun 1988.

Para anggota Subud dipelbagai negara membentuk organisasi nasionalnya masing-masing. Organisasi nasional negara-negara ini membentuk Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Subud Sedunia yang disebut World Subud Association.

d. Partisipasi Subud dalam Pembangunan Nasional

Partisipasi Subud dalam Pembangunan Nasional adalah melalui pembinaan pribadi melalui Latihan Kejiwaan Subud untuk menghadapi tantangan pembangunan negara dan bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Untuk ini, PPK Subud Indonesia mempunyai program kerja yang mencakup bidang-bidang Usaha, Kesejahteraan, Kegiatan Sosial, Kebudayaan, Remaja serta Komunikasi dan Publikasi.

5. Lampiran

a. Pengalaman Pribadi Anggota Subud

Hubungan antara manusia dengan Tuhan difahami dan disadari oleh masing-masing anggota secara sangat pribadi. Pengalaman seorang anggota Subud yang diterima dalam Latihan Kejiwaan Subud dan telah mengubah hidupnya ke arah kebaikan belum tentu mempunyai arti yang sama untuk anggota Subud lain yang mempunyai latar belakang kehidupan dan persoalan yang berbeda.

b. Gambaran Singkat Riwayat Hidup Pendiri

Bapak R.M. Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, pendiri PPK Susila Budhi Dharma dilahirkan dari seorang Ibu yang pada masa kecilnya tinggal di Kecamatan Juangi, Telawah, Surakarta. Beliau keturunan dari Kadilangu, Demak. Pada waktu dewasanya, lbu dari Bapak Muhammad Subuh pindah ke Kedungjati, Semarang dan menikah di sana.

Bapak Muhammad Subuh dilahirkan di Kedungjati, Semarang pada hari Sabtu Wage tanggal 3 Maulud tahun Dal 1831 atau tanggal 22 Juni 1901 jam 05.00 pagi. Sejak lahirnya, Muhammad Subuh diasuh dan dibesarkan oleh eyangnya, R.M. Sumowardoyo.

Pada tahun 1917, di usia 16 tahun, pada waktu eyang yang membesarkan beliau meninggal dunia, Bapak Muhammad Subuh berhenti sekolah dan bekerja sebagai pegawai Perusahaan Kereta Api N.I.S.

Pada waktu usia mudanya, Bapak Muhammad Subuh sempat memperoleh didikan agama Islam dari Kyai Abdurachman dan taat menjalankan ibadat agama Islam sebagaimana lazimnya seorang muslim. Sewaktu beliau sudah pindah dan bekerja di Balaikota Semarang, pada usia 24 tahun, beliau menerima Latihan Kejiwaan seperti telah dikemukakan sebelumnya.

c. Ceramah-ceramah dari Bpk Muhammad Subuh

Dari sejak beliau menerima Latihan Kejiwaan Subud sampai wafatnya, Bapak Muhammad Subuh telah menyampaikan kepada para anggota Subud nasihat-nasihat yang berupa ceramah-ceramah beliau yang didasarkan kepada penerimaan beliau tentang hidup dan kehidupan ini.

Secara konsisten dan mendasar Bapak Muhammad Subuh telah menyampaikan bahwa manusia harus bersikap menyerah diri kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan sabar, tawakal dan ikhlas jika ia ingin mendapatkan tuntunan Tuhan dalam hidup ini. Melakukan Latihan Kejiwaan dengan.teratur dan tekun merupakan kunci kefahaman dan kesadaran seseorang agar dia dapat menemukan arti kehidupan ini bagi dirinya, baik di dunia maupun di akhirat.

d. Lain-lain yang Dianggap Perlu dan Relevan dengan Tujuan Pemaparan.

1) Penerimaan Anggota Baru

Untuk setiap orang yang ingin menjadi anggota baru dari organisasi SUBUD ini haruslah memenuhi syarat berikut:

a) Umur telah mencapai 17 tahun,

b) Berkondisi mental normal atau tidak sedang menderita sakit ingatan,

c) Bagi seorang isteri yang suaminya belum anggota harus mendapatkan izin tertulis dari suaminya,

d) Para wanita yang belum menikah dan masih menjadi tanggungan orang tuanya (walinya) harus memperoieh izin tertulis dari orangtua atau walinya itu.

2) Pembukaan untuk dapat menerima Latihan Kejiwaan Subud

peminat terlebih dahulu mengalami pembukaan yang diselenggarakan oleh seorang atau beberapa orang pembantu pelatih. Seorang calon belum dapat dibuka sebelum menjalani masa pencalonan selama 3 bulan dengan pengecualian bagi mereka yang umurnya telah mencapai dan melewati 63 tahun, Mereka yang sedang menderita sakit badaniah yang menghendaki kepastian dan perhatian khusus dan segera, Seorang isteri yang suaminya telah menjadi anggota dan para putra dan putri dari keluarga Subud, Bagi yang bertempat tinggal jauh dari kelompok Latihan Kejiwaan Subud yang ada.

3) Lambang subud

Bertujuan identifikasi semata, satu-satunya lambang yang dapat digunakan dalam Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Subud adalah sebagai simbol kebaikan untuk usaha meningkatkan dan sebagai sarana penghayatan tidak diperlukan sama sekali.

Susunan alam dan daya-daya hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa meliputi dari dimensi yang paling rendah (terbatas) sampai yang paling luas terdapat susunan sebagai yang ditunjukkan dalam lambang Subud dimaksud yakni berupa lingkaran-lingkaran sebagai berikut: Alam dan Daya Hidup/Roh Rewani (Daya Hidup Kebendaan), Alam dan Daya Hidup/Roh Nabati (Daya Hidup Tumbuh-tumbuhan), Alam dan Daya Hidup/Roh Hewani (Daya Hidup Binatang), Alam dan Daya Hidup/Roh Jasmani (Daya Hidup Manusia), Alam dan Daya Hidup/Roh Rohani/Daya Hidup lnsan/Alam Rohaniah, Alam dan Daya Hidup/Roh Rahmani/Daya Hidup para utusan/Alam Rahmaniah, Alam dan Daya Hidup/Roh Robani/Daya Hidup para ciptaan Tuhan yang mendapatkan keluhuran dari Tuhan Yang Maha Esa/Alam Robaniah.

Selain alam dan segala daya hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa terdapat Daya Hidup Besar yang merupakan bagian dari manifestasi dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yaitu yang ditunjukkan sebagai garis-garis tujuh buah yang menembus dan menghubungkan segala alam dan daya hidup ciptaan tersebut di atas.

Sifat yang ada di dalamnya adalah Roh Ilofi dan yang ada di luar adalah Roh AI Kudus (Rohu'lkudus). Oleh kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, Roh Ilofi atau Roh Suci ini digerakkan untuk membangkitkan dan mensucikan, sedangkan Roh AI Kudus meliputi dan membina perjalanan hidup makhluk ciptaan yang memperoleh Rakhmat terbimbing ke arah kehendak Yang Menciptakan.

4) Penutup

Latihan Kejiwaan yang telah diterima oleh Bapak Muhammad Subuh dan telah tersebar ke lebih dari 70 negara di dunia merupakan bimbingan serta kasih sayang Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia pada waktu ini. Dasar Latihan Kejiwan Subud adalah sangat sederhana sedangkan manfaatnya untuk kehidupan adalah luar biasa besarnya.

Mereka yang memperoleh pengertian karena menekuni Latihan Kejiwaan ini dengan sabar akan menemukan hal-hal yang di luar dugaannya, di luar akal pikirannya untuk dimengerti, yang terjadi secara mengherankan jika hal ini hanya dilihat dari sudut pandang akal pikiran saja.

Kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari terasa terbimbing ke arah kebaikan, ke arah penyempurnaan kita sebagai manusia seutuhnya, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, yang mampu menerima kasih sayang-Nya jika saja kita mau menerimanya. Kekuasaan Tuhan ada pada diri kita, mengisi dan meliputi seluruh diri serta tidak terpisahkan. Melalui Latihan Kejiwaan Subud, kekuasaan Tuhan ini dapat kita rasakan.



D. Aliran Sumarah

1. Asal Usul

Awal mula berdirinya aliran kepercayaan paguyuban sumarah dipelopori oleh beberapa tokoh sebagai perintis, diantaranya tokoh awalnya ialah R. Sukinohartono, ia lahir tahun 1897. Sejak muda ia sudah tertarik pada ilmu-ilmu mistisme, seperti tapa, tirakat, dan meditaasi. Selain itu ia juga memiliki ilmu warisan kanuragan dari orang tuanya. Akan tetapi ilmu kesaktian seperti itu menurutnya tidak dapat membawa kepada keselamatan hingga ia memutuskan untuk meninggalkannya dan mencari guru yang ilmunya dipandang dapat membawa keselamatan lahir batin.

Lahirnya sumarah dikatakan dalam buku Suwarno Imam berawal dari keprihatinan Sukinohartono melihat kondisi bangsanya yang kala itu dalam penjajahan belanda, sehingga ia berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa dan do’anya pun dikabulkan dengan cara diwahyukannya tuntunan sumarah melalui hakiki kepada Sukinohartono pada tanggal 8 september 1935 dirumahnya Wirobrajan VII/158 Yogyakarta. Hakiki adalah sumber otoritas spiritual kepada individu tertentu yang artinya sama dengan guru sejati.

Setelah menerima perintah dari Tuhan YME untuk menyebarkan ajaran sumarah keseluruh umat manusia yang imannya tidak bulat pada waktu itu, ia kemudian meghubungi temannya Suhardo. Suhardo adalah orang yang paling aktif dalam menyebarkan ajaran sumarah keluar Yogyakarta mulai tahun 1939 sampai 1950. Dan ia mengajak lagi temannya Sutadi untuk berjuang bersama. Dan itulah yang di sebut tiga sesepuh dalam sumarah. Sukinohartono meninggal dunia di Wirobrajan VII/158 pada tanggal 25 maret 1971, dimakamkan dikuncen Yogyakarta.[13]

2. Pengertian Sumarah

Kata sumarah berasal dari bahasa Jawa artinya menyerah atau pasrah. Sedangkan Sumarah yang dimaksud adalah tingkat kesadaran manusia untuk berserah diri seutuhnya kepada Tuhan YME. Paguyuan Sumarah mendasarkan diri pada Ilmu Sumarah yang diwahyukan pertama kali kepada R. Soekinohartono. Ilmu Sumarah intinya mengutamakan sujud sumarah, yakni pasrah menyerah bulat seutuhnya kepada Tuhan YME. Dalam praktiknya sujud sumarah tampak sederhana, tetapi harus dilakukan dengan tekad yang teguh, tekun, dan waspada.

Yang dapat diterima menjadi anggota Paguyuban Sumarah adalah warga Indonesia yang sudah mencapai umur 15 tahun, serta sudah tergugah rasa ketuhannnaya, bersedia mematuhi sesanggeman, menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Paguyuban Sumarah, tanpa membedakan suku bangsa, religi, dan jenis kelamin.

Sesanggeman yang harus dipatuhi warga Paguyuban Sumarah adalah sebagai berikut.

a. Sanggem tansah enget dhateng Allah, sumingkir saking raos pandaku, kumingsun, pitados dhateng kasunyatan saha sujud sumarah ing Allah.

b. Marsudi sarasing sarira, tentreming panggalih saha sucining Rohipun, mekaten ugi ngutamekaken watakipun, dalah muna-muni tuwin tindak-tandukipun.

c. Ngraketaken pasedherekan adhedhasar rasa sih.

d. Sanggem tumindak saha makarti, anjembaraken wajibing ngagesang, sarta anggatosaken preluning bebrayan umum, netepi wajibing Warga Negara, tumuju dhateng kamulyan saha kaluhuran, ingkang mahanani tata tentreming jagad raya.

e. Sanggem tumindak leres, ngestokaken Angger-Angger Nagari tuwin ngaosi ing sasami, mboten nacat kawruhing liyan, malah tumindak kanthi sih, murih sadaya golongan, para ahli kebatosan tuwin sadaya Agami saged nunggil gegayuhan.

f. Sumingkir saking pandamel awon, maksiyat, jahil, drengki, lan sasaminipun. Sadaya tindak tuwin pangandika sarwa prasaja sarta nyata, kanthi sabar saha titi, mboten kesesa, mboten sumengka.

g. Taberi ngudi jembaring seserepan lahir batos. Boten fanatik, namung pitados dhateng kasunyatan, ingkang tundhonipun murakabi dhateng bebrayan umum.[14]

3. Ajaran-Aliran Sumarah

Ajaran pada aliran sumarah tersebut mempunyai tiga konsep yaitu:

a. Konsep Ketuhanan

Dalam aliran kepercayaan paguyuban sumarah, pandangannya mengenai Tuhan sangat sederhana, yang diterima dan diyakini begitu saja tanpa adanya pembicaraan lebih lanjut. Tuhan dalam paguyuban sumarah disebut juga Tuhan Allah. Atau dalam study agama-agama dapat digolongkan termasuk “ monotisme panteistik” yaitu Tuhan dan manusia dipandang sebagai suatu kesatuan, Yang dalam buku Suarno Imam dikatakan bahwa Tuhan itu berada dalam diri manusia yang diwakili urip (hidup). Bahkan urip itulah pada hakikatnya adalah Tuhan. Atau dalam buku Ridin Sofwan yang lebih lanjut menjelaskan bahwa “hakekat dari pada hidup (urip) itu tidak lain adalah jiwa manusia yang dipandang sebagai pletikan bunga api dari Allah”.

b. Konsep Manusia

Adapun manusia dalam paguyuban sumarah terdiri atas badan jasmani badan nafsu dan jiwa atu roh. Sari-sari badan jasmani ini berasal dari 4 unsur yaitu api, air,udara, dan bumi/tanah. Nah dari ke4 elmen tersebut, maka dalam diri manusia timbul 4 macam nafsu pula yaitu: aluamah, amarah, supiah, mutmainnnah.

Dalam badan jasmani manusia dilengkapi dengan panca indra yang dikuasai pemikir. Yang katanya hanya bersangkutan dengan keduniaan. Pemikir erat kaitannya dengan angan-angan. Apa yang ditangkap pemikir diteruskan keangan-angan untuk disimpan dengan baik. Dan angan-anganlah yang kemudian merupakan alat untuk bersekutu dan berhubungan dengan Tuhan. Pada bagian kedua yaitu badan nafsu, seperti yang disebutkan sebelumnya, dan nafsu-nafsu itu berpusat kepada apa yang disebut suksmaadapun kesemuanya ini penggeraknya ialah nyawa.

Bagan ketiga ialah jiwa atau roh yang merupakan asal kejadian manusia, yang awalnya dalam keadaan suci dan akan kembali keasalnya alam azali abadi dalam keadaan suci pula. Bila selama hidupnya manusia selalu berbuat jahat dan merugikan orang lain, maka jiwa/roh itu akan terlahir kembali(reingkarnasi). Jiwa atau roh berasal dari roh suci yaitu Allah.

c. Konsep Mistik

Menurut perspektif ajaran sumarah, jiwa manusia memiliki empat unsure nafsu, dan jiwa dlm khidupn sehari” hanya ibarat symbol yang tidak berkuasa, sedangkan yang berkuasa ialah salah satu diantara nafsu-nafsu tersebut, maka dari itu, didalam paguyuban sumarah di ajarkan sujud sumarah untuk menundukkan hawa nafsu dan untuk membuat jiwa itu berkuasa atas nafsu tersebut. Sebagai jalan menuju persatuan jiwa dengan Tuhan Yang Maha Esa.[15]

Pada uraian diatas, bahwasanya ajaran sumarah ini memilki beberapa sujud untuk mempasrahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun sujud-sujud tersebut diantaranya:

1. Sujud Raga

2. Sujud Jiwa Raga

3. Sujud Tetap Iman

4. Sujud Sumarah































BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang tertulis diatas dapat kita simpulkan bahwa makalah aliran-aliran kepercayaan yang Paguyuban Ngesti Tunggal atau biasa disingkat Pangestu adalah sebuah wadah Pendidikan Budi Pekerti dan Pengolahan Jiwa yang mengutamakan konsep persatuan di dalam relasi dengan sesama dan relasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Paguyuban ini didirikan di Surakarta pada tanggal 20 Mei 1949, yang merupakan wujud dari ikatan persatuan dari setiap anggota Pangestu. Walaupun demikian, ajaran Pangestu itu sendiri sudah diwahyukan sejak tanggal 14 Februari 1932 kepada R. Soenarto Mertowardojo di Surakarta.

Mengenai ajaran Paguyuban Ngesti Tunggal tidak terlepas dari riwayat hidup pendirinya, yaitu R. Soenarto Mertowardojo. R. Soenarto dilahirkan pada tanggal 21 April 1899 di Desa Simo, Kabupaten Boyolali, Surakarta sebagai putera keenam dari keluarga R. Soemowardojo. Sejak kecil ia tidak diasuh oleh orang tua kandungnya melainkan dititipkan untuk tinggal dan dibesarkan oleh orang lain. Ketika beliau beranjak dewasa, keinginan untuk terus mencari dan memahami keesaan Tuhan berikut semesta alam seisinya makin mengental. Melalui perenungan yang dalam, muncul pertanyaan-pertanyaan besar, seperti di mana Tuhan bertakhta? Bagaimana manusia dapat bertemu dengan Tuhannya? Apa sebenarnya yang dimaksud dengan surga dan neraka dan jika ada? Dimana letaknya? Pertanyaan-pertanyaan itu semua mendorong Pakde untuk belajar kepada beberapa guru. Hakikatnya semua aliran kepercayaan yang dianut adalah mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Saran

Para pembaca disarankan dalam memahami makalah ini disertai dengan referensi yang mendukung agar tidak tersesat dalam pemahaman tentang aliran-aliran ini.

Juga, diharapkan lebih teliti dalam pengembangan pengetahuan agar tidak sesat dalam berfikir.



DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, Paguyuban Ngesti Tunggal, http://id.wikipedia.org/wiki/Paguyuban_ Ngesti_Tunggal/ diakses tanggal 26 Maret 2014
KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014
Wikipedia, Paguyuban Ngesti Tunggal, http://id.wikipedia.org/wiki/Paguyuban_Ngesti_ Tunggal/ diakses tanggal 26 Maret 2014
KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014
Wikipedia, Paguyuban Ngesti Tunggal, http://id.wikipedia.org/wiki/Paguyuban_Ngesti_ Tunggal/ diakses tanggal 26 Maret 2014
Pencerah Iman, Sapto Darmo dan Perjuangan Identitas, https://swarakafir.wordpress. com/2013/04/10/sapto-darmo-dan-perjuangan-identitas/ diakses tanggal 01 April 2014
KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014






[1]Wikipedia, Paguyuban Ngesti Tunggal, http://id.wikipedia.org/wiki/Paguyuban_ Ngesti_Tunggal/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[2]KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[3]Ibid.
[4]Wikipedia, Paguyuban Ngesti Tunggal, http://id.wikipedia.org/wiki/Paguyuban_Ngesti_ Tunggal/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[5]KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[6]Wikipedia, Paguyuban Ngesti Tunggal, http://id.wikipedia.org/wiki/Paguyuban_Ngesti_ Tunggal/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[7]Ibid.
[8]Pencerah Iman, Sapto Darmo dan Perjuangan Identitas, https://swarakafir.wordpress. com/2013/04/10/sapto-darmo-dan-perjuangan-identitas/ diakses tanggal 01 April 2014
[9]KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[10]Ibid.
[11]Ibid.
[12]KEJAWEN, http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/pangestu.html/ diakses tanggal 26 Maret 2014
[13] Paguyuban Sumarah, http://ilmuperbandinganagama.wordpress.com/2013/10/01/paguyuban-sumarah/, diakses pada tgl 1 April 2014
[14]Riwayat Singkat Pendiri Paguyuban Sumarah, http://uunhalimah.blogspot.com/2009/10/ pendalaman-ajaran-sumarah-purbo.html, diakses pada tgl 1 April 2014
[15]Paguyuban Sumarah, http://ilmuperbandinganagama.wordpress.com/2013/10/01/ paguyuban-sumarah/, diakses pada tgl 1 April 2014
Read More..

Filsafat Henri Bergson

Posted by ifmarx Selasa, 10 Juni 2014 0 komentar
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Henri Bergson adalah filsuf abad ke-20 ini. Ia mempengaruhi William James dan Whitehead dan berpengaruh besar terhadap pemikiran Prancis. Filsafat Bergson tidak seperti kebanyakan filsafat terdahulu. Filsafatnya bersifat dualistik, yakni dunia ini dibagi oleh Bergson menjadi dua unsur: pertama, kehidupan dan yang kedua, yang oleh kebanyakan intelek disebut materi.[1]

Alam semesta adalah benturan dan konflik antara dua gerakan yang bertentangan. Kehidupan adalah suatu kekuatan yang sangat besar, suatu dorongan hati yang sangt vital, yandg diberikan sekali untuk terakhir kalinya dari permulaan dunia, yang menjumpai perlawanan dari materi, yang berjuang menerobos jalan melalui materi, yang belajar secara bertahap untuk menggunakan materi dengan sarana organisasi.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Henri Bergson?

2. Apa saja karya Henri Bergson?

3. Bagaimana pemikiran Henri Bergson?

C. Tujuan

1. Untuk menetahui siapakah Henri Bergson

2. Untuk mengetahui karya- karya Henri Bergson

3. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Henri Bergson



















BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Henri Bergson

Henri Bergson lahir di Paris pada tahun 1859. Ayahnya adalah seorang Yahudi dari Polandia dan ibunya bernama Anglo-Irlandia. Ia berbakat dalam matematika, dan pada usia dini memenangkan penghargaan untuk solusi unik untuk masalah matematika, serta solusi untuk masalah yang kompleks yang Pascal telah mengklaim telah memecahkan (meskipun ia gagal untuk memilikinya). Pada usia delapan belas tahun, Bergson menghadiri École Normale Supérieure selama empat tahun, setelah itu ia mulai mengajar di Clermont-Ferrand pada tahun 1883. Pada tahun berikutnya di Clermont-Ferrand, ia menerbitkan sebuah studi kritis terhadap filsafat dan puisi Lucretius yang terus menjadi berpengaruh studi klasik di Perancis sampai saat ini. Bergson menndapat gelar doktor pada tahun 1889 dengan Essai sur les données immediates de la hati nurani (Waktu dan Free Will) bersama dengan tesis Latin singkat. Esai ini diterbitkan pada tahun yang sama oleh Felix Alcan dalam serial La Bibliothèque de philosophie contemporaine.[2]

Bergson dipromosikan menjadi guru besar pada tahun 1898, dan menjadi Maitre de konferensi di Alma Mater nya, L'École Normale Superieure. Dua tahun kemudian ia menerima guru lain di College de France, di mana ia menerima Ketua Filsafat Yunani secara berurutan untuk Charles L'Eveque. Pada saat ini kuliah mulai menarik mahasiswa dan akademisi serta masyarakat umum, sehingga beberapa nama perguruan tinggi "rumah Bergson." Pada tahun 1891 Bergson menikah dengan sepupu Marcel Proust dan memiliki seorang putri.[3] Bergson memenangkan Hadiah Nobel untuk Sastra tahun 1928[4] dan mempertahankan status tokoh kultus di tahun-tahun antara Perang Dunia. Dia lebih memilih bergabung dianiaya dan mencatatkan dirinya pada akhir tahun 1940 sebagai seorang Yahudi yang pada tahun 1921 Bergson menjadi seorang Kristiani. Selama tujuh belas tahun terakhir dia menderita arthritis melumpuhkan dan meninggal bronkitis pada tanggal 3 Januari 1941, pada usia delapan puluh satu.[5]

2. Karya-karya Henri Bergson

Banyak karya-karya dari seorang tokoh Henri Bergsen ini, antara lain: Matière et mémoire (Materi dan ingatan) terbit tahun 1896,Le rire (Tertawa) terbit tahun 1900, L’evolution creatice (Evolusi Kreatif) terbit tahun 1907, Durée et simultanéité (Lamanya dan keserentakan) terbit tahun 1922, Les deux sources de la morale et de la religion (Kedua Sumber dari Moral dan Agama) terbit tahun 1932, sedang artikel-artikelnya di kumpulkan L’énergie spirituelle (Energi Spiritual) terbit tahun 1932, La pensée et le mouvant (Pemikiran dan Yang Bergerak) terbit tahun 1934, Ecrits et paroles (Karangan-Karangan dan Perkataan-Perkataan) 3 jilid terbit tahun 1957-1959.[6]

Dari buku-buku dan artikelnya kita bisa tahu arah pemikiran tokoh Henri Bergson ini, yakni menuju kepada filsafat hidup yang lebih terarah kepada sosiologi. Seperti halnya Comte maupun Spencer

3. Pemikiran Henri Bergson

Pemikiran henri bergson secara kasat mata banyak yang menilai dalam hal evolusi, selain karena dia tokoh filsafat yang banyak dipengaruhi oleh filsuf Inggris, yaitu Herbert Spencer,[7] dia juga dipengaruhi oleh teori evolusi darwin. Sebenarnya banyak gagasan yang dikungkapkan oleh tokoh ini, tapi gagasan yang lebih menarik terdapat pada materi dan ingatan.

a. Materi dan Ingatan

Dalam bukunya Matière et mémoire, Bergson mempelajari hubungan antara jiwa dan tubuh (roh dan materi). Ia mulai dengan mengatakan bahwa pendiriannya dalam buku tersebut bersifat dualisme karena ia lebih mempertahankan materi dan roh sebagai kenyataan.[8]

Ia menolak pandangan monoteisme dengan harapan supaya tidak ada yang tereduksi dalam diri manusia. Dalam studi ini bergson banyak mengalami kesulitan saat jiwa dan tubuh dihubungkan, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut Bergson menggunakan ingatan sebagai penengah keduanya karena ingatanlah yang paling banyak mengalami persentuhan interaksi antara materi dan roh (tubuh dan jiwa).

Banyak yang sudah menggunakan ingatan dalam obyek penelitian, seperti halnya akhir abad 19 dilakukan penelitian antara otak dan ingatan. Bregson membedakan dua macam ingatan.[9] Pertama, terdapat ingatan yang terdiri atas mekanisme-mekanisme motoris yang kira-kira sama dengan kebiasaan. Misalnya dalam pelajaran, kita saat sd pasti diberi rangsangan-rangsangan oleh para guru yang selanjutnya kita akan mengingatnya.

Sedang ingatan yang lain yang oleh Bergson disebut dengan “ingatan murni” yakni ingatan yang membentuk dan merekam angan-angan tentang sikap kejadian dalam hidup kita tanpa mengabaikan satu detailpun. Ingatan dalam artian tersebeut merupakan ingatan bersifat rohani dan jika kita mengakuinya berarti kita juga mengakui kehidupan juga berlangsung dibawah kesadaran.

Disini kita bisa lebih tampak lagi hubungan antara otak dengan ingatan murni. Fungsi otak untuk mengadakan seleksi terhadap segala ingatan seolah-olah menyaring isi ingatan murni dengan demikian melindungi manusia dari banjir terhadap kenangan.

Dalam hal ini kita harus bisa membedakan antara persepsi dengan ingatan.[10] Dalam persepsi obyek yang bersangkutan hadir berkat suatu intuisi tentang realitas, sedangkan dalam ingatan obyek yang tidak hadir diingat kembali. Persepsi seluruhnya mengarah pada praksisnya. Pada kenyataannya persepsi dan ingatan tidak boleh dipisahkan, perpaduan ini seperti halnya hubungan antara jiwa dengan tubuh (roh dan materi).

b. Evolusi

Menurut Bergson evolusi adalah suatu perkembangan yang menciptakan, yang meliputi segala kesaadaran, segala hidup, segala kenyataan, yang dalam perkembangannya itu terus-menerus menciptakan bentuk-bentuk baru dan menghasilkan kekayaan yang baru.[11]

Coba kita tengok, ternyata saat Bergson lahir (1859) terbitlah bukuyang fenomenal tentang evolusi karya Charles Darwin, yaitu The Origin of Species. Seperti ada firasat saja kalau akan dilanjutkan oleh Bregson. Tetapi Bergson berpendapat tentang Natural Selection dimana variasi-variasi yang cocok supaya organisme dapat hidup trus, “dipilih” dan diwariskan kepada generasi berikutnya, sedang variasi yang lain ditinggalkan.[12] Evolusi itu tidak bisa dijelaskan dengan oleh adaptasi terhadap lingkungan, adaptasi hanya membelokkan dan memutar evolusi.[13]

Untuk mengerti evolusi, menurut Bergson data biologi harus dilengkapi dengan hasil pemikiran metafisis.[14] Kuncinya adalah apa yang kita alami diri kita sendiri sebagai mahkluk hidup. Evolusi ini ternyata mengarah pada tiga jurusan:[15] kehidupan tumbuhan, kehidupan instingtif dan kehidupan intelegen. Pada taraf kehidupan tumbuhan diwijudkan dalam kehidupan yakni immobilitas dan insensibilitas (merekamyang tidak dapat bergerak dan tidak merasa), pada taraf kehidupan instingtif, ini diwujudkan oleh hewan seperti semut dan serangga dengan hanya mengandalkan insting dan yang terkhir adalah taraf kehidupan intelegen, diwujudkan oleh vertebrata.[16]

Antara insting dengan intelegen digambarkan oleh Bergson dalam hubungan dengan alat-alat. Insting merupakan kemungkinan untuk mengadakan dan menggunakan alat-alat yang terorganisir sedang intelegen merupakan kemungkinan untuk mengadakan dan menggunakan alat-alat yang tidak terorganisir. Dengan demikian setiap aktifitas dalam bentuk insting maupun intelegen, merupakan suatu usaha untuk menjalankan pengaruhnya atas dunia material.

c. Moral dan Agama

Dalam pembahasan ini kami menggunakan keyword terbuka dan tertutup serta dinamis dan statis. Apa yang terbuka dan apa yang tertutup ? serta apa yang dinamis dan apa yang statis ? pasti menimbulkan pertanyaan bagi kawan-kawan semua.

Pertama akan kami bahas mengenai moral, menurut Bergson moral dibagi menjadi dua, yaitu moral terbuka dan moral tertutup.[17] Yang dimaksud dengan moral tertutup adalah moral yang hanya berlaku bagi masyarakat tertentu yang bersifat relatif, sedang moral terbuka ialah moral yang berlaku mutlak bagi seluruh umat manusia. Dan mengenai masyarakatpun bergson juga membagi menjadi dua, yakni masyarakat terbuka dan masyarakat tertutup. Pengertian dari masyarakat terbuka adalah masyarakat yang pada asanya meliputi seluruh umat manusia, sedang masyarakat tertutup adalah masyarakat yang menjadi sumber kewajiban-kewajiban moral dan sumber adat-istiadat.

Moral tertutup menandai masyarakat tertutup. Ciri ini tidak menunjukkan pada keterbatasan ruang dan masyarakatnya yang hanya sebagian tetapi moral yang digunakan hanya berlaku bagi warga masyarakat tersebut dan tidak kepada warga diluar masyarakat tersebut. Prinsip dasar dari moral tertutup ini adalah kerukunan di dalam kelompok dan perperangan di luar kelompok.[18] Bergson tidak setuju dengan prinsip ini karena ia melihat kesinambungan dalam keluarga, negara dan umat manusia.

Penganalogian untuk masyarakat ini terdapat pada kerukunan antara keluaraga dan negara tetapi antara negara dan umat manusia tidak mempunyai kesinambungan kata Bergson. Mengapa bisa seperti itu, karena jika kerukunan antara keluarga baik dapat membina menjadi warga negara yang baik pula. Setiap warga negara akan membela/memihak warga negara yang lain tetapi akan melawan musuh mereka, bahkan dalam keadaan yang damai sekalipun. Menurutnya kedamaian adalah persiapan untuk berperang.

Disamping moral tertutup terdapat moral terbuka yang menandai masyarakat terbuka. Moral disebut terbuka karena, menurut kodratnya bersifat universal dan mencari kesatuan antara seluruh umat manusia.[19] Seperti halnya para nabi perjanjian lamatelah membawa suatu moral terbuka, karena mereka tidak membedakan antara kaum miskin dengan kaum bangsawan, sekalipun mereka mengemukakan aturan etis tersebut hanya pada masyarakat Israel saja.

Selanjutnya untuk penganalogian dari masyarakat terbuka Bergson menggambarkan pada agama kristen. “Khotbah di bukit”: pertentangan antara apa yang dikatakan kepada nenek moyang” dan apa yang dikatakan Yesus”.

Selanjutnya Bergson membagi agama menjadi dua,[20] pertama. Agama statis, yang timbul karena hasil karya perkembangan. Di dalam perkembangan ini alam telah memberikan kepada manusia kecakapan untuk menciptakan dongeng yang dapat mengikat manusia dengan yang lain dan mengikat manusia dengan hidup. Karena akalnya manusia tahu bahwa ia harus mati dan juga karena akalnya manusia tahu, bahwa ada rintangan yang tidak terduga yang merintangi usahanya untuk mencapai tujuannya. Demikianlah timbul agama sebagai alat bertahan dari segala sesuatu yang dapat menjadikan manusia putus asa.

Selanjutnya agama dinamis, yang diberikan oleh intuisi.[21] Dengan perantara agama ini manusia dapat berhubungan dengan asas yang lebih tinggi, yang lebih kuasa dari pada yang lain serta yang menyelami Dia tanpa menghapuskan kepribadiannya. Karena agama inilah manusia diikatkan kepada hidup dan masyarakat atas dasar yang lebih tinggi. Bentuk agama yang paling tinggi adalah mistik. Bergson berpendapat bahwa dalam mempelajari mistik Yunani, mistik Timur dan mistik Kristen. Mistik Kristenlah yang paling lengkap, karena di situ mistik disertai dengan aktifitas dan kreatifitas. Melalui mistik kita dapat belajar bahwa energi kreatif itu adalah cinta. Refleksi lebih lanjut dapat menjelaskan tentang kehidupan.

Dalam agam kristen yang historis, kita dapat melihat gejala agma dinamis disamping suasana statis. Yang selanjutnya, keidealan atas semuanya agama statis semakin dimurnikan oleh agama dinamis , tetapi dalam praktiknya kedua bentuk agam tercampur secara tak terpisahkan dalam masyarakat.[22]







































BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Henri Bergson dilahirkan di Paris pada tahun 1859. Ayahnya adalah seorang Yahudi dari Polandia dan ibunya bernama Anglo-Irlandia. Ia berbakat dalam matematika, dan pada usia dini memenangkan penghargaan untuk solusi unik untuk masalah matematika, serta solusi untuk masalah yang kompleks yang Pascal telah mengklaim telah memecahkan (meskipun ia gagal untuk memilikinya).

2. Banyak karya-karya yang di ciptakan oleh Henri Bergson, antara lain : Matière et mémoire (Materi dan Ingatan) terbit tahun 1896,Le rire (Tertawa) terbit tahun 1900, L’evolution creatice (Evolusi Kreatif) terbit tahun 1907, Durée et simultanéité (Lamanya dan keserentakan) terbit tahun 1922, Les deux sources de la morale et de la religion (Kedua Sumber dari Moral dan Agama) terbit tahun 1932, sedang artikel-artikelnya di kumpulkan L’énergie spirituelle (Energi Spiritual) terbit tahun 1932, La pensée et le mouvant (Pemikiran dan Yang Bergerak) terbit tahun 1934, Ecrits et paroles (Karangan-Karangan dan Perkataan-Perkataan) 3 jilid terbit tahun 1957-1959.

3. Dari karyanya disebutkan ada dua hal yang sangat penting dan itu selalu bertentangan, mulai dari Materi dan Ingatan sampai pada moral dan agama. Dalam pembahasan diatas kita telah mengetahui sedikit banyak arah pemikirannya yang mengarah pada sosiologi untuk mempertahankan serta memngembangkan spiritualisme di Prancis

B. Saran

kami berharap setelah tersusunnya makalah ini, ada orang yang mau lebih meneliti lagi mengenai Bergson, karena selain mempunyai daya tarik tersendiri, filsafatnya masih sangat kental pada diri kita yang tanpa kita sadari sudah mendarah dalam hidup ini.

















DAFTAR PUSTAKA



Bertens, K. 1996. Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Google Translate, Henri Bergson,http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u= http://www.egs.edu/library/henri-bergson/biography/&prev=/search%3Fq%3Dhenri%2Bbergson%26sa%3DN %26biw% 3D1024%26bih%3D487 diakses pada tanggal 13 April 2014
Hadiwijono, Harun. Cet 27 2012. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius
Russel, Bertrand. Cet 3 2007. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
S. Praja, Juhaya. 1997. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan PIARA
Hanafi, A.1965. Filsafat Barat. Jogjakarta: Penerbit Mudah




[1]Russel, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 cet 3), h. 1031
[2]Google Translate, Henri Bergson,http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u= http://www.egs.edu/library/henri-bergson/biography/&prev=/search%3Fq%3Dhenri%2Bbergson%26sa%3DN %26biw% 3D1024%26bih%3D487 diakses pada tanggal 13 April 2014
[3]Ibid.
[4]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 11
[5]Google Translate, Henri Bergson, ...
[6]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 09
[7]Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. (Yogyakarta: Kanisius, 2012 cet 27) h.136
[8]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 14
[9]Ibid. h. 15
[10]Ibid. h. 16
[11]Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. (Yogyakarta: Kanisius, 2012 cet 27) h.136
[12]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 18
[13]Russel, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 cet 3), h. 1031
[14]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 14
[15]Ibid. h.19
[16]Vertebrata adalah binatang-binatang bertulang punggung dan karena itu memiliki sistem saraf atau malah sistem saraf pusat
[17]Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. (Yogyakarta: Kanisius, 2012 cet 27) h.138
[18]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 21
[19]Ibid. h. 22
[20]Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. (Yogyakarta: Kanisius, 2012 cet 27) h.138
[21]Ibid. h.139
[22]Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 25
Read More..

PEREMPUAN

Posted by ifmarx Kamis, 16 Januari 2014 0 komentar
PERSPEKTIF PEREMPUAN DALAM AGAMA HINDUISME DALAM KITAB RG-WEDA PADA PERIODE 1500-50 SM

Oleh : Arwani Ilyas[*]


Banyak sekali keragaman dalam sejarah panjang Hinduisme telah diakui hingga sekarang. Agama Hindu yang patriarkal(laki-laki lebih diunggulkan) yang ada sejak zaman Rg-Weda (teks paling pertama orang-orang Indo-Eropa di India). Dalam Rg-Weda memiliki ciri patriarkal, etnis, berorientasi keluarga dan mempertahankan hidup. Tujuan hidup mereka untuk mempertahankan dominasi laki-laki dan kaum perempuan sebagai istri juga penting untuk mewujudkan tujuan tersebut, peranannya dalam keluarga unutk memelihara tata tertib sosial dan alam. Tentu saja Rg-Weda tetap memberikan penghargaan terhadap feminimitas dan komplementaritas antara suami dan istri yang masing terpenjara dalan suatu sistem yang mengikat.

Peranan ideal perempuan umumnya dapat di golongkan dengan gambaran gadis dan pengantin perempuan. Dalam Rg-Weda anak perempuan (duhita) dan gadis (kanya) dipuji karena cantik, dandanan yang menarik, senyum yang manis, pinggul yang sintal dan paha yang besar sehingga menunjukkan interest pada daya sensualitas feminim dan kemampuan perempuan untuk melahirkan seorang anak. Sebelum para perempuan mereka akan mengikuti sebuah festival pertemuan (samana), dalam acara itu mereka bertemu dengan laki-laki pilihan mereka setelah saling tertarik mereka akan mengikat hubungan dan akan menghadap ke orang tua mereka untuk mendapatkan restu dan merencanakan perkawinan.

Rg-Weda menjelaskan pula upacara perkawinan. Dalam upacara itu terdapat doa-doa yang ditunjukkan kepada Visvavasu, pelindung perawan agar memindahkan penjagaannya kepada yang lain. Doa-doa tersebut dikhususkan supaya mereka mendapatkan kebahagiaan (saubhagatva), hidup bersama sampai ajal menjemput, diberikan kemakmuran dalam segala hal, kesatuan hati, dan tak terhindarkan mempunyai keturunan. Rg-Weda menanamkan sebuah doktrin bahwasanya seorang istri tidak boleh marah kepada suaminya, ramah, lemah lembut, gembira, melahirkan anak laki-laki, mengasihi dewa-dewa, membawa berkah kepada hewan-hewan ternak, dan menjadi ratu/contoh yang baik bagi iparnya.

Karena agama ini dikhususkan untuk memenuhi kesejahteraan keluarga, sehingga lebih dikhususkan di rumah yaitu dengan mengundang para dewa untuk mengunjungi dan menerima hadiah yang sudah disediakan. Bisa dikatakan istrilah yang mengundang para dewa kerumah untuk memberkati mereka.

Sementara peremuan sebagai istri dan ibu tetap dimuliakan, tetapi masih kalah dominan dengan sang suami karena suami adalah kepala keluarga yang patriarkal. Mereka bertanggung jawab dalam sebuah ritual keagamaan dalam rumah seperti, menjaga api supaya tetap menyala dikarenakan api sebagai lambang dewi Agni merupakan “mulut para dewa”. Tradisi umat Hindu menyebutkan beberapa perempuan dalam Rg-Weda tidak hanya sebagai penyitir dan penyanyi himne-himne tetapi mereka juga sebagai peramal (riss: penyair perempuan yang dihormati dan dipercaya sebagai perantara penerima wahyu Weda).

Tanpa ajaran Rg-Weda yang memperkokoh kehidupan, psikologi, sosiologi keagamaan para perempuan Hindu akan sangat berbeda. Aspek orientasi kesemuaannya tertanam dalam tiga hal kehidupan duniawi (trivarga), yaitu dharma, artha, dan kama. Meletakkan nilai-nilai keduniawian dalam konteks agama mengakibatkan paham matrealisme Rg-Weda, sehingga perempuan memberikan konstribusi melalui laku dhama (tata aturan keluarga, masyarakat dan alam) hakikatnya para wanita berperan untuk melahirkan anak-anak, mereka berjasa terhadap artha (kekayaan material dalam keluarga patriarkal) dan melalui keindahan mereka terhadap kama, keinginan, dan kenikmatan.

Setelah sang istri mempunyai anak, jika anak yang lahir laki-laki, anak laki tersebut mempunyai tiga hutang/tuntutan yang harus dipenuhi yakni harus belajar dengan guru, harus berkorban, dan harus mempunyai keturunan khususnya anak laki-laki. Bila yang lahir anak perempuan, anak tersebut hanya diharuskan patuh kepada agamanya dan melahirkan anak laki-laki. Mereka disiapkan untuk menjadi istri di masa yang akan datang dalam melaksanakan tugasnya dalam keluarganya. Anak perempuan akan dinikahkan laki-laki yang sudah matang dalam proses belajarnya karena seorang laki-laki tersebut harus menyelesaikan tugasnya.

Dari sini kita melihat laki-laki dan peremuan dibedakan dalam hal memperoleh pendidikan, lakli-laki di haruskan sedangkan perempuan cuma sebatas untuk kebutuhan nanti sudah menikah. Betapa tidak adilnya agama ini, apa karena wanita makhluk yang lemah, dan wajib untuk dilindungi apa harus selalu dikesampingkan, mungkin ada wanita yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang Rg-Weda melebihi laki-laki tapi itupun tidak lebih banyak ketimbang laki-laki karena sejak kecil sudah ditanamkan prinsip dasar perempuan untuk melanyani para dewa dan menjadi istri yang baik tanpa harus memiliki pengetahuan yang sama dengan laki-laki.

Nah, disini mulai terlihat betapa perempuan sangat di kesampingkan. Dirumah mereka hanya disuruh-suruh suami dengan dalih harus mentaati isi dari Rg-Weda tersebut. Apalagi para istri di suruh untuk melahirkan bayi laki-laki, otomatis perempuan hanya dijadikan sebagai silent partner untuk sang suami.

Persoalan pendidikan inilah yang menjadi sorotan pada masa berikutnya. Memang pada abad satu sebelum masehi, orang banyak melihat persamaan gender ini sudah ada dalam kitab-kitab dharmasastra, akan tetapi melihat pada kenyataan yang ada para Brahman laki-laki tetap mengunggulkan diri sendiri tanpa ada campur tangan Brahman peremuan dalam segala hal khususnya untuk mempertahankan status mereka dalam masyarakat. Mereka berunding supaya perempuan tetap dibawah dengan cara: pertama, mendorong perempuan melakukan kegiatan berbudaya dalam hal estetika di rumah kedua, menyatakan perempuan berkasta tinggi hanya ditentukan oleh pengadilan tingkah laku atau kesucian. Bisa disimpulkan pendidikan perempuan pada masa itu sangatlah kurang memadahi tetapi mereka menerima dengan lapang dada tanpa ada gejolak sedikitpun.

Akhirnya pada zaman klasik pendidikan bukan sesuatu yang harus diperjuangkan karena mereka sudah puas menerima status yang sudah terdefinisikan diatas. Bahkan penyamaan yang terjadi antara perempuan dengan kaum sudra tidak menghilangkan cara berfikir positif kita kepada mereka yang berdasarkan pada pandangan kitab Rg-Weda tentang perempuan sebagai istri dan ibu yang baik. 










[*]Mahasiswa Aqidah Filsafat semester 1 Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung
Read More..
Posted by ifmarx Rabu, 08 Januari 2014 0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembahasan Ushul Fiqih terdapat banyak sekali topik yang bisa dikupas seperti : ‘urf, ‘amal ahli madinah, khobar, atsar, sya’ru man qoblana, dan masih banyak lagi. Di dalam pembahasan sya’ru man qoblana merupakan hal yang penting untuk dikaji karena kebanyakan dari orang awam kurang mengerti apa yang dimaksud syar’u man qoblana.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Syar’u Man Qoblana ?

2. Klasifikasi Syar’u Man Qoblana ?

3. Kehujjahan dan Dalalah Syar’u Man Qoblana?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian syar’u man qoblana

2. Mengetahui Klasifikasi Syar’u Man Qoblana

3. Mengetahui Kehujjahan dan Dalalah Syar’u Man Qoblana































BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Syar’u Man Qoblana

Menurut Suwarjin adalah syari’at yang dibawa para rasul terdahulu sebelum diutus Nabi Muhammad yang menjadi petunjuk bagi kaum mereka masing-masing.[1]

Menurut para ulama ialah hukum yang telah disyari’atkan untuk umat sebelum islam yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu serta menjadi beban hukum untuk diikuti oleh umat tersebut.[2]

Selain bentuk dan cara ibadah antara syari’at islam dan sebelumnya mempunyai perbedaan dalam perinciannya, namun intinya adalah sama yaitu menyembah Allah SWT.

Namun yang menjadi pembahasan para ulama ushul yaitu apa syari’at yang dianut Nabi Muhammad sebelum menerima risalah ?[3]

a. Sebagian ulama, termasuk Abu Husein Al-Bashri, berpendapat bahwa Rasulullah tidak pernah mengikuti syari’at manapun dari syari’at Nabi sebelumnya. Alasannya jika beliau menggunakan syari’at sebelumnya tentu akan ada penukilan dari beliau dan akan dikenal luas serta Nabi Muhammad akan bergabung dengan umat yang sama syari’atnya.

b. Ulama lain berpendapat bahwa Nabi Muhammad sebelum menjelang menerima risalah beliau mengikuti syari’at yang dibawa oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Alasannya sebelum menerima risalah beliau telah thawaf di Baitullah dan biasa makan daging kurban. Dikalangan ulama tersebut menimbulkan perbedaan pendapat yakni syari’at Nabi siapa yang dianut beliau.

i) Ada yang menyatakan beliau mengikuti syari’at Nabi Nuh dengan alasan bahwa Nabi Nuh adalah Nabi yang paling awal membawa syari’at. Seperti dalam surat Al-Syura ayat 13

tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR ü“Ï%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7ø‹s9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4Óy›qãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. ’n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããô‰s? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs† Ïmø‹s9Î) `tB âä!$t±o„ ü“ωöku‰ur Ïmø‹s9Î) `tB Ü=‹Ï^ムÇÊÌÈ

Artinya : Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Al-Syura 13)

[1340] Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.

ii) Ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Ibrahim, karena Nabi Ibrahim adalah yang mengasaskan agama Islam. Seperti dalam firman-Nya dalam surat Ali ‘Imran ayat 67

$tB tb%x. ãNŠÏdºtö/Î) $wƒÏŠqåku‰ Ÿwur $|‹ÏR#uŽóÇnS `Å3»s9ur šc%x. $Zÿ‹ÏZym $VJÎ=ó¡•B $tBur tb%x. z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÏÐÈ

Artinya : Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk golongan orang-orang musyrik.(QS. Ali ‘Imran 67)

[201] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Juga terdapat suruhan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim, dalam surat Ali ‘Imran ayat 97

ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur ’n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó™$# Ïmø‹s9Î) Wx‹Î6y™ 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ

Artinya : padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali ‘Imran 97)

[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.

[216] Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.

iii) Ada juga yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Musa karena beliau adalah yang pertama kali membawa kitab.

iv) Dan ada juga yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Isa karena yang paling dekat dengan masa Rasulullah sekaligus telah mengkoreksi syari’at terdahulu.

c. Pendapat para ulama yang bersifat tawaqquf, dalam arti tidak menentukan sikap tentang apakah Rasulullah mengikuti atau tidak syari’at terdahulu. Pendapat ini terpilih dari Al-Amidi dan Qadhi Abdul Jabbar serta ulama lain yas sependapat (muhaqqiq).

2. Klasifikasi Syar’u Man Qoblana

Dalam surat ash-shura ayat 13 dan kemudian dihubungkan antara syari’at nabi muhammad dengan syari’at umat sebelum kita, mempunyai tiga bentuk[4] :

a. Syari’at yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sebelum kita, tetapi al qur’an dan hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkan atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad.

b. Syari’at yang diperuntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat nabi muhammad saw.

c. Syari’at yang berlaku bagi orang-orang sebelum kita, kemudian al qur’an dan hadits menerangkannya kepada kita.

3. Kehujjahan Dan Dalalah Syar’u Man Qoblana

Seperti yang sudah dipaparkan diatas yang menjadi kajian kita yaitu syar’u man qoblana. Yang notabene sebagian ada yang menjadi sya’riat nabi muhammad saw dan tidak memungkiri ada juga yang tidak dipakai lagi.

Menindaklanjuti masalah ini para ulama terdahulu berbeda berpendapat[5] :

a. Jumhur ulama Hanafiyah, Hanabilah, sebagian Malikiayah, dan sebagian Syafi’iyah serta ulama kalam Asy’ariyah dan Mu’tazilah berpendapat bahwa hukum syara’ sebelum kita dalam bentuk ketiga diatas tersebut tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad selama tidak dijelaskan pemberlakuannya untuk kita.

b. Sebagian sahabat Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat mengatakan bahwa hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau Sunah Nabi meskipun tidak diarahkan untuk umat Nabi Muhammad, selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat Nabi Muhammad. Dari sini muncul kaidah

شرع من قبلنا شرع لنا

Syari’at untuk umat sebelum kita berlaku untuk syari’at kita.

Disyari’atkan dalam Al Qur’an juga kita diwajibkan pula untuk menjalankan ibadah puasa seperti telah diwajibkan terhadap umat terdahulu.[6]

$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø‹n=tæ ãP$u‹Å_Á9$# $yJx. |=ÏGä. ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah 183)

Dalam hadits Nabipun kita diharuskan berqurban seperti yang disyari’atkan dalam ajaran nabi ibrahim[7].

ضحوا فإنها سنه ابيكم ابراهيم

Artinya : Berkorbanlah karena yang demikian itu adalah sunnah bapakmu, Ibrahim.







BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Sehingga dapat disimpulkan dengan :

a. Syar’u man qoblana itu dapat diartikan sebagai ajaran/syari’at yang dibawa oleh para rasul untuk umat terdahulu dan belum tentu syari’at Nabi Muhammad mengiyakan atau mentidak iyakan.

b. Perbedaan para ulama pada hal syari’at apa yang di ikuti Nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu.

c. Sebagian dari syari’at umat tedahulu juga masih ada dalam islam seperti berqurban dan berpuasa.

d. Dan ada juga syari’at umat terdahulu yang tidak ada dalam islam seperti pada syari’at nabi adam kita diperbolehkan untuk menikahi saudara sendiri dan untuk syari’at Nabi Muhammad menikahi saudara sendiri itu tidak boleh.

2. Saran

Setelah membaca makalah ini kami harap para pembaca lebih meningkatkan pengetahuan tentang Syar’u Man Qablana dan mengulangi pembahasan yang lebih mendetail

























DAFTAR PUSTAKA

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/14/memahami-syaru-man-qablana/
NUR, IFFATIN. 2013. ”TERMINOLOGI USHUL FIQIH”. Yogyakarta: Teras
SUWARJIN. 2012. ”USHUL FIQH”. Yogyakrta: Teras
SYARIFUDDIN, H. AMIR. 1995 cet 1. ”USHUL FIQIH JILID 2”. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu
UMAR, MU’IN. 1986. ”USHUL FIQH I”. Jakarta: Departemen Agama RI
WAHAB KHALLAF, ABDUL. 2005. ”ILMU USHUL FIKIH”. Yogyakarta: Rineka Cipta





[1]Suwarjin, Ushul Fiqh, h. 158
[2] H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.391
[3]Ibid h.388-389
[4]DEPAG RI, Ushul Fiqih I, (Jakarta 1986), h. 154-155
[5]H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.394-395
[6]Ibid h. 393
[7]Ibid
Read More..

Total Tayangan Halaman