About

PEREMPUAN

Posted by ifmarx Kamis, 16 Januari 2014 0 komentar
PERSPEKTIF PEREMPUAN DALAM AGAMA HINDUISME DALAM KITAB RG-WEDA PADA PERIODE 1500-50 SM

Oleh : Arwani Ilyas[*]


Banyak sekali keragaman dalam sejarah panjang Hinduisme telah diakui hingga sekarang. Agama Hindu yang patriarkal(laki-laki lebih diunggulkan) yang ada sejak zaman Rg-Weda (teks paling pertama orang-orang Indo-Eropa di India). Dalam Rg-Weda memiliki ciri patriarkal, etnis, berorientasi keluarga dan mempertahankan hidup. Tujuan hidup mereka untuk mempertahankan dominasi laki-laki dan kaum perempuan sebagai istri juga penting untuk mewujudkan tujuan tersebut, peranannya dalam keluarga unutk memelihara tata tertib sosial dan alam. Tentu saja Rg-Weda tetap memberikan penghargaan terhadap feminimitas dan komplementaritas antara suami dan istri yang masing terpenjara dalan suatu sistem yang mengikat.

Peranan ideal perempuan umumnya dapat di golongkan dengan gambaran gadis dan pengantin perempuan. Dalam Rg-Weda anak perempuan (duhita) dan gadis (kanya) dipuji karena cantik, dandanan yang menarik, senyum yang manis, pinggul yang sintal dan paha yang besar sehingga menunjukkan interest pada daya sensualitas feminim dan kemampuan perempuan untuk melahirkan seorang anak. Sebelum para perempuan mereka akan mengikuti sebuah festival pertemuan (samana), dalam acara itu mereka bertemu dengan laki-laki pilihan mereka setelah saling tertarik mereka akan mengikat hubungan dan akan menghadap ke orang tua mereka untuk mendapatkan restu dan merencanakan perkawinan.

Rg-Weda menjelaskan pula upacara perkawinan. Dalam upacara itu terdapat doa-doa yang ditunjukkan kepada Visvavasu, pelindung perawan agar memindahkan penjagaannya kepada yang lain. Doa-doa tersebut dikhususkan supaya mereka mendapatkan kebahagiaan (saubhagatva), hidup bersama sampai ajal menjemput, diberikan kemakmuran dalam segala hal, kesatuan hati, dan tak terhindarkan mempunyai keturunan. Rg-Weda menanamkan sebuah doktrin bahwasanya seorang istri tidak boleh marah kepada suaminya, ramah, lemah lembut, gembira, melahirkan anak laki-laki, mengasihi dewa-dewa, membawa berkah kepada hewan-hewan ternak, dan menjadi ratu/contoh yang baik bagi iparnya.

Karena agama ini dikhususkan untuk memenuhi kesejahteraan keluarga, sehingga lebih dikhususkan di rumah yaitu dengan mengundang para dewa untuk mengunjungi dan menerima hadiah yang sudah disediakan. Bisa dikatakan istrilah yang mengundang para dewa kerumah untuk memberkati mereka.

Sementara peremuan sebagai istri dan ibu tetap dimuliakan, tetapi masih kalah dominan dengan sang suami karena suami adalah kepala keluarga yang patriarkal. Mereka bertanggung jawab dalam sebuah ritual keagamaan dalam rumah seperti, menjaga api supaya tetap menyala dikarenakan api sebagai lambang dewi Agni merupakan “mulut para dewa”. Tradisi umat Hindu menyebutkan beberapa perempuan dalam Rg-Weda tidak hanya sebagai penyitir dan penyanyi himne-himne tetapi mereka juga sebagai peramal (riss: penyair perempuan yang dihormati dan dipercaya sebagai perantara penerima wahyu Weda).

Tanpa ajaran Rg-Weda yang memperkokoh kehidupan, psikologi, sosiologi keagamaan para perempuan Hindu akan sangat berbeda. Aspek orientasi kesemuaannya tertanam dalam tiga hal kehidupan duniawi (trivarga), yaitu dharma, artha, dan kama. Meletakkan nilai-nilai keduniawian dalam konteks agama mengakibatkan paham matrealisme Rg-Weda, sehingga perempuan memberikan konstribusi melalui laku dhama (tata aturan keluarga, masyarakat dan alam) hakikatnya para wanita berperan untuk melahirkan anak-anak, mereka berjasa terhadap artha (kekayaan material dalam keluarga patriarkal) dan melalui keindahan mereka terhadap kama, keinginan, dan kenikmatan.

Setelah sang istri mempunyai anak, jika anak yang lahir laki-laki, anak laki tersebut mempunyai tiga hutang/tuntutan yang harus dipenuhi yakni harus belajar dengan guru, harus berkorban, dan harus mempunyai keturunan khususnya anak laki-laki. Bila yang lahir anak perempuan, anak tersebut hanya diharuskan patuh kepada agamanya dan melahirkan anak laki-laki. Mereka disiapkan untuk menjadi istri di masa yang akan datang dalam melaksanakan tugasnya dalam keluarganya. Anak perempuan akan dinikahkan laki-laki yang sudah matang dalam proses belajarnya karena seorang laki-laki tersebut harus menyelesaikan tugasnya.

Dari sini kita melihat laki-laki dan peremuan dibedakan dalam hal memperoleh pendidikan, lakli-laki di haruskan sedangkan perempuan cuma sebatas untuk kebutuhan nanti sudah menikah. Betapa tidak adilnya agama ini, apa karena wanita makhluk yang lemah, dan wajib untuk dilindungi apa harus selalu dikesampingkan, mungkin ada wanita yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang Rg-Weda melebihi laki-laki tapi itupun tidak lebih banyak ketimbang laki-laki karena sejak kecil sudah ditanamkan prinsip dasar perempuan untuk melanyani para dewa dan menjadi istri yang baik tanpa harus memiliki pengetahuan yang sama dengan laki-laki.

Nah, disini mulai terlihat betapa perempuan sangat di kesampingkan. Dirumah mereka hanya disuruh-suruh suami dengan dalih harus mentaati isi dari Rg-Weda tersebut. Apalagi para istri di suruh untuk melahirkan bayi laki-laki, otomatis perempuan hanya dijadikan sebagai silent partner untuk sang suami.

Persoalan pendidikan inilah yang menjadi sorotan pada masa berikutnya. Memang pada abad satu sebelum masehi, orang banyak melihat persamaan gender ini sudah ada dalam kitab-kitab dharmasastra, akan tetapi melihat pada kenyataan yang ada para Brahman laki-laki tetap mengunggulkan diri sendiri tanpa ada campur tangan Brahman peremuan dalam segala hal khususnya untuk mempertahankan status mereka dalam masyarakat. Mereka berunding supaya perempuan tetap dibawah dengan cara: pertama, mendorong perempuan melakukan kegiatan berbudaya dalam hal estetika di rumah kedua, menyatakan perempuan berkasta tinggi hanya ditentukan oleh pengadilan tingkah laku atau kesucian. Bisa disimpulkan pendidikan perempuan pada masa itu sangatlah kurang memadahi tetapi mereka menerima dengan lapang dada tanpa ada gejolak sedikitpun.

Akhirnya pada zaman klasik pendidikan bukan sesuatu yang harus diperjuangkan karena mereka sudah puas menerima status yang sudah terdefinisikan diatas. Bahkan penyamaan yang terjadi antara perempuan dengan kaum sudra tidak menghilangkan cara berfikir positif kita kepada mereka yang berdasarkan pada pandangan kitab Rg-Weda tentang perempuan sebagai istri dan ibu yang baik. 










[*]Mahasiswa Aqidah Filsafat semester 1 Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung
Read More..
Posted by ifmarx Rabu, 08 Januari 2014 0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembahasan Ushul Fiqih terdapat banyak sekali topik yang bisa dikupas seperti : ‘urf, ‘amal ahli madinah, khobar, atsar, sya’ru man qoblana, dan masih banyak lagi. Di dalam pembahasan sya’ru man qoblana merupakan hal yang penting untuk dikaji karena kebanyakan dari orang awam kurang mengerti apa yang dimaksud syar’u man qoblana.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Syar’u Man Qoblana ?

2. Klasifikasi Syar’u Man Qoblana ?

3. Kehujjahan dan Dalalah Syar’u Man Qoblana?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian syar’u man qoblana

2. Mengetahui Klasifikasi Syar’u Man Qoblana

3. Mengetahui Kehujjahan dan Dalalah Syar’u Man Qoblana































BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Syar’u Man Qoblana

Menurut Suwarjin adalah syari’at yang dibawa para rasul terdahulu sebelum diutus Nabi Muhammad yang menjadi petunjuk bagi kaum mereka masing-masing.[1]

Menurut para ulama ialah hukum yang telah disyari’atkan untuk umat sebelum islam yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu serta menjadi beban hukum untuk diikuti oleh umat tersebut.[2]

Selain bentuk dan cara ibadah antara syari’at islam dan sebelumnya mempunyai perbedaan dalam perinciannya, namun intinya adalah sama yaitu menyembah Allah SWT.

Namun yang menjadi pembahasan para ulama ushul yaitu apa syari’at yang dianut Nabi Muhammad sebelum menerima risalah ?[3]

a. Sebagian ulama, termasuk Abu Husein Al-Bashri, berpendapat bahwa Rasulullah tidak pernah mengikuti syari’at manapun dari syari’at Nabi sebelumnya. Alasannya jika beliau menggunakan syari’at sebelumnya tentu akan ada penukilan dari beliau dan akan dikenal luas serta Nabi Muhammad akan bergabung dengan umat yang sama syari’atnya.

b. Ulama lain berpendapat bahwa Nabi Muhammad sebelum menjelang menerima risalah beliau mengikuti syari’at yang dibawa oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Alasannya sebelum menerima risalah beliau telah thawaf di Baitullah dan biasa makan daging kurban. Dikalangan ulama tersebut menimbulkan perbedaan pendapat yakni syari’at Nabi siapa yang dianut beliau.

i) Ada yang menyatakan beliau mengikuti syari’at Nabi Nuh dengan alasan bahwa Nabi Nuh adalah Nabi yang paling awal membawa syari’at. Seperti dalam surat Al-Syura ayat 13

tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR ü“Ï%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7ø‹s9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4Óy›qãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. ’n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããô‰s? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs† Ïmø‹s9Î) `tB âä!$t±o„ ü“ωöku‰ur Ïmø‹s9Î) `tB Ü=‹Ï^ムÇÊÌÈ

Artinya : Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Al-Syura 13)

[1340] Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.

ii) Ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Ibrahim, karena Nabi Ibrahim adalah yang mengasaskan agama Islam. Seperti dalam firman-Nya dalam surat Ali ‘Imran ayat 67

$tB tb%x. ãNŠÏdºtö/Î) $wƒÏŠqåku‰ Ÿwur $|‹ÏR#uŽóÇnS `Å3»s9ur šc%x. $Zÿ‹ÏZym $VJÎ=ó¡•B $tBur tb%x. z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÏÐÈ

Artinya : Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk golongan orang-orang musyrik.(QS. Ali ‘Imran 67)

[201] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Juga terdapat suruhan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim, dalam surat Ali ‘Imran ayat 97

ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur ’n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó™$# Ïmø‹s9Î) Wx‹Î6y™ 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ

Artinya : padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali ‘Imran 97)

[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.

[216] Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.

iii) Ada juga yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Musa karena beliau adalah yang pertama kali membawa kitab.

iv) Dan ada juga yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Isa karena yang paling dekat dengan masa Rasulullah sekaligus telah mengkoreksi syari’at terdahulu.

c. Pendapat para ulama yang bersifat tawaqquf, dalam arti tidak menentukan sikap tentang apakah Rasulullah mengikuti atau tidak syari’at terdahulu. Pendapat ini terpilih dari Al-Amidi dan Qadhi Abdul Jabbar serta ulama lain yas sependapat (muhaqqiq).

2. Klasifikasi Syar’u Man Qoblana

Dalam surat ash-shura ayat 13 dan kemudian dihubungkan antara syari’at nabi muhammad dengan syari’at umat sebelum kita, mempunyai tiga bentuk[4] :

a. Syari’at yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sebelum kita, tetapi al qur’an dan hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkan atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad.

b. Syari’at yang diperuntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat nabi muhammad saw.

c. Syari’at yang berlaku bagi orang-orang sebelum kita, kemudian al qur’an dan hadits menerangkannya kepada kita.

3. Kehujjahan Dan Dalalah Syar’u Man Qoblana

Seperti yang sudah dipaparkan diatas yang menjadi kajian kita yaitu syar’u man qoblana. Yang notabene sebagian ada yang menjadi sya’riat nabi muhammad saw dan tidak memungkiri ada juga yang tidak dipakai lagi.

Menindaklanjuti masalah ini para ulama terdahulu berbeda berpendapat[5] :

a. Jumhur ulama Hanafiyah, Hanabilah, sebagian Malikiayah, dan sebagian Syafi’iyah serta ulama kalam Asy’ariyah dan Mu’tazilah berpendapat bahwa hukum syara’ sebelum kita dalam bentuk ketiga diatas tersebut tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad selama tidak dijelaskan pemberlakuannya untuk kita.

b. Sebagian sahabat Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat mengatakan bahwa hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau Sunah Nabi meskipun tidak diarahkan untuk umat Nabi Muhammad, selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat Nabi Muhammad. Dari sini muncul kaidah

شرع من قبلنا شرع لنا

Syari’at untuk umat sebelum kita berlaku untuk syari’at kita.

Disyari’atkan dalam Al Qur’an juga kita diwajibkan pula untuk menjalankan ibadah puasa seperti telah diwajibkan terhadap umat terdahulu.[6]

$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø‹n=tæ ãP$u‹Å_Á9$# $yJx. |=ÏGä. ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah 183)

Dalam hadits Nabipun kita diharuskan berqurban seperti yang disyari’atkan dalam ajaran nabi ibrahim[7].

ضحوا فإنها سنه ابيكم ابراهيم

Artinya : Berkorbanlah karena yang demikian itu adalah sunnah bapakmu, Ibrahim.







BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Sehingga dapat disimpulkan dengan :

a. Syar’u man qoblana itu dapat diartikan sebagai ajaran/syari’at yang dibawa oleh para rasul untuk umat terdahulu dan belum tentu syari’at Nabi Muhammad mengiyakan atau mentidak iyakan.

b. Perbedaan para ulama pada hal syari’at apa yang di ikuti Nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu.

c. Sebagian dari syari’at umat tedahulu juga masih ada dalam islam seperti berqurban dan berpuasa.

d. Dan ada juga syari’at umat terdahulu yang tidak ada dalam islam seperti pada syari’at nabi adam kita diperbolehkan untuk menikahi saudara sendiri dan untuk syari’at Nabi Muhammad menikahi saudara sendiri itu tidak boleh.

2. Saran

Setelah membaca makalah ini kami harap para pembaca lebih meningkatkan pengetahuan tentang Syar’u Man Qablana dan mengulangi pembahasan yang lebih mendetail

























DAFTAR PUSTAKA

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/14/memahami-syaru-man-qablana/
NUR, IFFATIN. 2013. ”TERMINOLOGI USHUL FIQIH”. Yogyakarta: Teras
SUWARJIN. 2012. ”USHUL FIQH”. Yogyakrta: Teras
SYARIFUDDIN, H. AMIR. 1995 cet 1. ”USHUL FIQIH JILID 2”. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu
UMAR, MU’IN. 1986. ”USHUL FIQH I”. Jakarta: Departemen Agama RI
WAHAB KHALLAF, ABDUL. 2005. ”ILMU USHUL FIKIH”. Yogyakarta: Rineka Cipta





[1]Suwarjin, Ushul Fiqh, h. 158
[2] H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.391
[3]Ibid h.388-389
[4]DEPAG RI, Ushul Fiqih I, (Jakarta 1986), h. 154-155
[5]H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.394-395
[6]Ibid h. 393
[7]Ibid
Read More..
Posted by ifmarx 0 komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam pembahasan Ushul Fiqih terdapat banyak sekali topik yang bisa dikupas seperti  : ‘urf, ‘amal ahli madinah, khobar, atsar, sya’ru man qoblana, dan masih banyak lagi. Di dalam pembahasan sya’ru man qoblana merupakan hal yang penting untuk dikaji karena kebanyakan dari orang awam kurang mengerti apa yang dimaksud syaru man qoblana.
B.     Rumusan Masalah
1.         Pengertian Syaru Man Qoblana ?
2.         Klasifikasi Syaru Man Qoblana ?
3.         Kehujjahan dan Dalalah Syaru Man Qoblana?
C.     Tujuan
1.         Mengetahui pengertian syaru man qoblana
2.         Mengetahui Klasifikasi Syaru Man Qoblana
3.         Mengetahui Kehujjahan dan Dalalah Syaru Man Qoblana















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Syar’u Man Qoblana
Menurut Suwarjin adalah syari’at yang dibawa para rasul terdahulu sebelum diutus Nabi Muhammad yang menjadi petunjuk bagi kaum mereka masing-masing.[1]
Menurut para ulama ialah hukum yang telah disyari’atkan untuk umat sebelum islam yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu serta menjadi  beban hukum untuk diikuti oleh umat tersebut.[2]
Selain bentuk dan cara ibadah antara syari’at islam dan sebelumnya mempunyai perbedaan dalam perinciannya, namun intinya adalah sama yaitu menyembah Allah SWT.
Namun yang menjadi pembahasan para ulama ushul yaitu apa syari’at yang dianut Nabi Muhammad sebelum menerima risalah ?[3]
a.       Sebagian ulama, termasuk Abu Husein Al-Bashri, berpendapat bahwa Rasulullah tidak pernah mengikuti syari’at manapun dari syari’at Nabi sebelumnya. Alasannya jika beliau menggunakan syari’at sebelumnya tentu akan ada penukilan dari beliau dan akan dikenal luas serta Nabi Muhammad akan bergabung dengan umat yang sama syari’atnya.
b.      Ulama lain berpendapat bahwa Nabi Muhammad sebelum menjelang menerima risalah beliau mengikuti syari’at yang dibawa oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Alasannya sebelum menerima risalah beliau telah thawaf di Baitullah dan biasa makan daging kurban. Dikalangan ulama tersebut menimbulkan perbedaan pendapat yakni syari’at Nabi siapa yang dianut beliau.
i)                    Ada yang menyatakan beliau mengikuti syari’at Nabi Nuh dengan alasan bahwa Nabi Nuh adalah Nabi yang paling awal membawa syari’at. Seperti dalam surat Al-Syura ayat 13
tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ムÇÊÌÈ  
Artinya : Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Al-Syura 13)
[1340] Yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
ii)                  Ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Ibrahim, karena Nabi Ibrahim adalah yang mengasaskan agama Islam. Seperti dalam firman-Nya dalam surat Ali ‘Imran ayat 67
$tB tb%x. ãNŠÏdºtö/Î) $wƒÏŠqåku Ÿwur $|ÏR#uŽóÇnS `Å3»s9ur šc%x. $ZÿÏZym $VJÎ=ó¡B $tBur tb%x. z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÏÐÈ  
Artinya : Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk golongan orang-orang musyrik.(QS. Ali ‘Imran 67)
[201] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Juga terdapat suruhan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim, dalam surat Ali ‘Imran ayat 97
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ  
Artinya : padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali ‘Imran 97)
[215] Ialah: tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah.
[216] Yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.
iii)                Ada juga yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Musa karena beliau adalah yang pertama kali membawa kitab.
iv)                Dan ada juga yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengikuti syari’at Nabi Isa karena yang paling dekat dengan masa Rasulullah sekaligus telah mengkoreksi syari’at terdahulu.
c.       Pendapat para ulama yang bersifat tawaqquf, dalam arti tidak menentukan sikap tentang apakah Rasulullah mengikuti atau tidak syari’at terdahulu. Pendapat ini terpilih dari Al-Amidi dan Qadhi Abdul Jabbar serta ulama lain yas sependapat (muhaqqiq).
2.      Klasifikasi Syar’u Man Qoblana
Dalam surat ash-shura ayat 13 dan kemudian dihubungkan antara syari’at nabi muhammad dengan syari’at umat sebelum kita, mempunyai tiga bentuk[4] :
a.       Syari’at yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sebelum kita, tetapi al qur’an dan hadits tidak menyinggungnya, baik membatalkan atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad.
b.      Syari’at yang diperuntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak berlaku bagi umat nabi muhammad saw.
c.       Syari’at yang berlaku bagi orang-orang sebelum kita, kemudian al qur’an dan hadits menerangkannya kepada kita.
3.      Kehujjahan Dan Dalalah Syar’u Man Qoblana
Seperti yang sudah dipaparkan diatas yang menjadi kajian kita yaitu syar’u man qoblana. Yang notabene sebagian ada yang menjadi sya’riat nabi muhammad saw dan tidak memungkiri ada juga yang tidak dipakai lagi.
Menindaklanjuti masalah ini para ulama terdahulu berbeda berpendapat[5] :
a.       Jumhur ulama Hanafiyah, Hanabilah, sebagian Malikiayah, dan sebagian Syafi’iyah serta ulama kalam Asy’ariyah dan Mu’tazilah berpendapat bahwa hukum syara’ sebelum kita dalam bentuk ketiga diatas tersebut tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad selama tidak dijelaskan pemberlakuannya untuk kita.
b.      Sebagian sahabat Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat mengatakan bahwa hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau Sunah Nabi meskipun tidak diarahkan untuk umat Nabi Muhammad, selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat Nabi Muhammad. Dari sini muncul kaidah
شرع من قبلنا شرع لنا
Syari’at untuk umat sebelum kita berlaku untuk syari’at kita.
Disyari’atkan dalam Al Qur’an juga kita diwajibkan pula untuk menjalankan ibadah puasa seperti  telah diwajibkan terhadap umat terdahulu.[6]
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah 183)
Dalam hadits Nabipun kita diharuskan berqurban seperti yang disyari’atkan dalam ajaran nabi ibrahim[7].
ضحوا فإنها سنه ابيكم ابراهيم
Artinya : Berkorbanlah karena yang demikian itu adalah sunnah bapakmu, Ibrahim.



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sehingga dapat disimpulkan dengan :
a.       Syar’u man qoblana itu dapat diartikan sebagai ajaran/syari’at yang dibawa oleh para rasul untuk umat terdahulu dan belum tentu syari’at Nabi Muhammad mengiyakan atau mentidak iyakan.
b.      Perbedaan para ulama pada hal syari’at apa yang di ikuti Nabi Muhammad sebelum mendapatkan wahyu.
c.       Sebagian dari syari’at umat tedahulu juga masih ada dalam islam seperti berqurban dan berpuasa.
d.      Dan ada juga syari’at umat terdahulu yang tidak ada dalam islam seperti pada syari’at nabi adam kita diperbolehkan untuk menikahi saudara sendiri dan untuk syari’at Nabi Muhammad menikahi saudara sendiri itu tidak boleh.
2.      Saran
Setelah membaca makalah ini kami harap para pembaca lebih meningkatkan pengetahuan tentang Syar’u Man Qablana dan mengulangi pembahasan yang lebih mendetail












DAFTAR PUSTAKA

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/14/memahami-syaru-man-qablana/
NUR, IFFATIN. 2013. ”TERMINOLOGI USHUL FIQIH”. Yogyakarta: Teras
SUWARJIN. 2012. ”USHUL FIQH”. Yogyakrta: Teras
SYARIFUDDIN, H. AMIR. 1995 cet 1. ”USHUL FIQIH JILID 2”. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu
UMAR, MU’IN. 1986. ”USHUL FIQH I”. Jakarta: Departemen Agama RI
WAHAB KHALLAF, ABDUL. 2005. ”ILMU USHUL FIKIH”. Yogyakarta: Rineka Cipta




[1]Suwarjin, Ushul Fiqh, h. 158
[2] H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.391
[3]Ibid h.388-389
[4]DEPAG RI, Ushul Fiqih I, (Jakarta 1986), h. 154-155
[5]H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h.394-395
[6]Ibid h. 393
[7]Ibid
Read More..

Total Tayangan Halaman